• Beranda
  • Berita
  • Bappenas soroti rokok sebagai pembentuk garis kemiskinan

Bappenas soroti rokok sebagai pembentuk garis kemiskinan

19 Juli 2018 17:47 WIB
Bappenas soroti rokok sebagai pembentuk garis kemiskinan
Arsip Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Rabu (18/7/2018). Foto ANTARA oleh Bayu Prasetyo.

Dan itu korbannya BPJS Kesehatan. Semakin banyak orang menggunakan uangnya untuk rokok, ujungnya di BPJS Kesehatan yang menanggung kesehatan (perokok)."

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyoroti tingginya proporsi komoditas rokok kretek filter dalam pembentukkan garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

"Tugas besar menciptakan kesadaran pada keluarga di Indonesia untuk mengurangi konsumsi yang tidak hanya tidak produktif, tetapi juga bermasalah secara kesehatan," kata Bambang dalam temu media di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan konsumsi rokok dalam jangka pendek tidak hanya mengurangi uang, namun juga akan ada pengeluaran uang lebih banyak untuk kesehatan dalam jangka panjang.

"Dan itu korbannya BPJS Kesehatan. Semakin banyak orang menggunakan uangnya untuk rokok, ujungnya di BPJS Kesehatan yang menanggung kesehatan (perokok)," ujar Bambang.

Ia menjelaskan bahwa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konsumsi yang tidak produktif tersebut adalah dengan pengaturan harga dan pembatasan pemakaiannya.

"Langkah kongkretnya adalah menaikkan cukai setiap tahun. Menurut saya harusnya lebih tinggi dari 57 persen, harganya harus mahal supaya tidak sembarang orang bisa mengonsumsi." kata Bambang.

Menurut data BPS, komoditas rokok kretek filter per Maret 2018 mencakup 11,07 persen proporsi pembentuk garis kemiskinan di kawasan perkotaan dan 10,21 persen untuk kawasan perdesaan.

Garis kemiskinan sendiri dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan Maret 2018 sebesar Rp401.220 per kapita per bulan, atau naik 7,14 persen dari garis kemiskinan Maret 2017 Rp374.478 per kapita per bulan.

Proporsi rokok dalam pembentukkan garis kemiskinan tersebut berada di urutan kedua setelah komoditas beras, yang tercatat sebesar 20,95 persen di perkotaan dan 26,79 persen di perdesaan.

"Dari uang yang terbatas itu kalau 10 persennya dari rokok kretek, maka mengurangi potensi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 10 persen juga," kata Bambang.

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017, konsumsi rokok setiap hari pada penduduk berpendapatan 40 persen terbawah paling banyak berada dalam kelompok usia 35-39 (65,4 persen).

Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018