"Kondisi tangan yang berbeda tiap jamaah ternyata berpengaruh saat perekaman," kata Tabrani di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kondisi tangan calhaj yang terlalu basah atau kering relatif sukar dipindai.
Terlebih, kata dia, jika pengambilan data biometrik dilakukan pada calhaj lanjut usia. Dalam beberapa kasus, calhaj lansia harus menjalani pemindaian berkali-kali untuk perekaman data biometrik.
"Kalau calhaj masih muda, proses perekaman dapat dilakukan lebih cepat," kata dia.
Perekaman data biometrik yang dilakukan di Tanah Air merupakan kebijakan baru untuk jamaah haji Indonesia. Lewat skema baru itu data biometrik dan foto jamaah haji sudah bisa dilakukan di Indonesia.
Sebelumnya, jamaah menjalani pengambilan data biometrik berupa sidik jari dan foto di Bandara Arab Saudi.
Proses perekaman di Tanah Suci memakan waktu lama untuk jamaah satu kelompok terbang dan dapat membuat jamaah semakin kelelahan setelah menjalani rute Indonesia-Saudi dengan waktu tempuh kira-kira sembilan jam.
Adapun perekaman data biometrik di Tanah Air itu dilakukan Kementerian Agama lewat kemitraan bersama otoritas Arab Saudi di 13 embarkasi seluruh Indonesia.
Baca juga: Embarkasi Jakarta catat 67 persen calon haji berisiko tinggi
Baca juga: Satu calon haji Embarkasi Banjarmasin terkena serangan jantung
Baca juga: Tiga calon haji NTB Kloter II berkursi roda
(A061/M026)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018