Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pakar Badan Kesehatan Jiwa Indonesia dan Ketua Perhimpunan Dokter Jiwa Jakarta Dr. Novariyanti Yusuf, SPKJ di acara Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina dan Badan Kesehatan Jiwa (Bakeswa) Indonesia di Jakarta, Kamis.
"Sejauh ini, Kemenkes sudah menerbitkan dua prioritas RPP menyangkut empat upaya yakni; promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dan Perpres menyangkut penyuksesan bebas pasung," ujar mantan anggota DPR ini.
Dengan adanya UU Keswa ini, lanjut Nova, ODGJ saat ini sudah memiliki payung hukum yang jelas. Meskipun demikian, tindak pemasungan masih kerap terjadi dimana para pelakunya mayoritas adalah keluarga sendiri.
"Karena itu, RPP ini sangat penting sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ODGJ agar ditindak dengan tidak dipasung karena hal ini melanggar hak asasi manusia (HAM)," tambahnya.
Sementara itu, Staf Direktorat Pencegahan dan pengandalian Masalah kesehatan Jiwa dan Napza dr. Abdulolah Antaria, MPH, PhD, menyatakan, pemerintah saat ini terus bersinergi dengan berbagai stakeholder untuk menemukan formula yang tepat untuk pengimplementasian RPP Keswa.
"Faktanya, masih terjadi perdebatan antar berbagai stakeholder di bidang kesehatan jiwa. Harus dibangun kesepahaman sehingga akan terbangun kesepakatan," katanya.
Ditemui di kesempatan yang sama, Benny Prawira, pendiri salah satu komunitas yang berfokus pada kesehatan jiwa, Into The Light, menyampaikan komitmennya untuk menjadi mitra pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap kesehatan jiwa, khususnya cara pandang masyarakat terhadap ODGJ.
"Karena tanpa adanya kesadaran, tidak akan ada tuntutan dari masyarakat. Dengan demikian, tidak ada basis massa untuk memperjuangkan isu ini. Pada akhirnya, semakin sulit untuk dapat perhatian pemerintah," pungkasnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018