Polda NTB pantau lonjakan harga telur

23 Juli 2018 06:06 WIB
Polda NTB pantau lonjakan harga telur
Arsip. Warga mengantre untuk membeli telur pada Pasar Murah Telur di Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/7/2018). Kegiatan yang dilakukan pemerintah setempat ini rencananya akan digelar selama sepekan mendatang dan setiap hari menyediakan 300 kilogram telur seharga Rp20.500 untuk menekan harga pasar di pasaran yang terus naik mencapai Rp27.000 per kilogram. (ANTARA /Maulana Surya)
Mataram (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat melalui tim penindakan yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Pangan wilayah NTB, terus memantau lonjakan harga komoditas telur ayam yang kian mahal di tengah masyarakat.

Kasubbid I Bidang Industri, Perdagangan, dan Investasi (Indagsi) Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah di Mataram, Senin, mengungkapkan bahwa sebenarnya giat penyelidikan telah rutin dilaksanakan bersama dengan dinas terkait yang tergabung dalam satgas pangan.

"Sebenarnya, begitu ada informasi lonjakan harga yang tidak normal, kita (tim satgas pangan) langsung cek pasar," kata Feri Jaya.

Untuk harga komoditas telur ayam yang belum lama ini dikabarkan menembus harga pasar hingga Rp48 ribu per tray, tim satgas pangan telah menemukan permasalahannya.

Titik permasalahannya dikatakan ada pada stok persediaan. Dari hasil pengamatan lapangannya, stok persediaan tidak sebanding dengan besarnya permintaan pasar.

"Ini yang kita temukan, masalah stok persediaan di tingkat produsen. Stok yang kita lihat memang tidak sebanding," ujarnya.

Hal tersebut diungkapkannya berdasarkan hasil pengecekkan dari empat produsen besar yang menjadi indikator usaha telur ayam di wilayah NTB, salah satunya disebutkan UD Sinta.

Karena itu, tim satgas pangan menyatakan bahwa tingginya harga komoditas telur ayam di pasar NTB bukan karena adanya indikasi permainan dagang yang mengarah pada unsur penimbunan stok. Melainkan hasil produksi lokal yang hingga saat ini, masih belum dapat memenuhi tingginya permintaan pasar.

"Sampai saat ini belum ada indikasi (pidana), melainkan kenaikan harga ini disebabkan permintaan pasar lebih tinggi dibandingkan ketersediaan stoknya. Kita juga bergantung dengan stok dari Jawa, Bali, disana juga lagi kurang, makanya kita juga kena dampaknya," ucap Feri Jaya.

Namun menurut dia, lonjakan harga untuk salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar di NTB ini masih sebatas wajar. Diperkirakan, harganya akan kembali normal dalam beberapa waktu kedepan.

"Kenaikan yang disebabkan kurangnya stok ini kan baru beberapa hari terjadi. Dalam mata rantai ekonomi, itu masih dalam batas kewajaran," ucapnya.

(KR-DBP/Y008)

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018