Tokyo (ANTARA News) - Cuaca panas ekstrim yang melanda Jepang selama dua pekan terakhir telah menewaskan 80 orang dan membuat ribuan lainnya harus dirawat di rumah sakit....mereka yang dirawat di ruangan gawat darurat sudah berusia 65 tahun, dan 80 persen korban tewas berasal dari kelompok ini."
Sementara itu pada Selasa, otoritas setempat meminta warga Jepang tetap berada di dalam ruangan untuk menghindari temperatur yang di beberapa wilayah telah melebihi 40 derajat Celsius.
Pemerintah sudah berencana mensubsidi sekolah-sekolah negeri untuk memasang pendingin ruangan dan juga memperpanjang liburan musim panas, yang dimulai pekan ini bagi sebagian siswa. Banyak sekolah-sekolah di wilayah pinggiran Jepang yang belum memiliki alat pendingin ruangan.
"Suhu yang sangat tinggi terus terjadi di berbagai wilayah Jepang. Sejumlah kebijakan darurat untuk melindungi siswa sekolah dan kesehatan mereka telah kami bahas," kata Kepala Sekretaris Kabinet Yashihide Suga kepada para wartawan.
Sementara itu stasiun televisi NHK telah meminta warga lebih banyak meminum air untuk menghindari dehidrasi, menyarankan mereka untuk memulihkan kandungan garam tubuh yang hilang karena keringat, serta untuk tetap berada dalam rumah.
NHK juga menyiarkan video instruksi bagaimana menangani korban cuaca panas ringan.
Pada Selasa, beberapa kota di Jepang harus bertahan dalam cuaca yang hampir mencapai 40 derajat Celsius, sementara rekor tertinggi berada di kota Kumagaya yang pada Senin mencapai 41,1 derajat Celcius.
Sementara itu di kawasan pusat Tokyo, suhu sudah hampir mencapai 35 derajat Celcius.
Di sisi lain cuaca panas, yang memaksa banyak orang menyalakan pendingin ruangan, membuat harga indeks saham gabungan Japan Electric Power Exchange naik mencapai titik tertinggi sepanjang lima tahun terakhir.
Semakin banyak orang kehilangan nyawa akibat cuaca panas, demikian data dari Badan Penanganan Kebakaran (FDMA) menunjukkan. Pada pekan pertama bulan Juli, hanya ada tiga korban tewas, lalu naik menjadi 12 pada tujuh hari berikutnya dan melonjak sampai 65 pada pekan ketiga (22 Juli).
Sedikitnya 13 orang tewas pada Senin (23/7), demikian laporan kantor berita Kyodo.
"Sebagian besar korban meninggal adalah orang-orang tua," kata Fumiaki Fujibe, seorang peneliti dari Universitas Metropolitan Tokyo.
"Sekitar setengah dari mereka yang dirawat di ruangan gawat darurat sudah berusia 65 tahun, dan 80 persen korban tewas berasal dari kelompok ini," kata Fujibe.
Cuaca panas membuat banyak pihak meragukan keselamatan para atlet dan penonton Olimpiade Musim Panas Tokyo pada 2020 mendatang.
Dalam upaya mereka memenangi tender menjadi tuan rumah, pemerintah Tokyo mengatakan bahwa cuaca di kota bulan Juli dan Agustus relatif bersahabat sehingga "menjadi iklim yang ideal bagi para atlet."
(Uu.G005/M016)
Pewarta: LKBN Antara
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018