Namun, presiden dari Partai Republik itu tidak menyampaikan bukti apa pun soal tudingan tersebut.
Sejumlah badan intelejen Amerika Serikat menyimpulkan bahwa Rusia telah mengintervensi pemilu tahun 2016 untuk membantu pencalonan Trump sekaligus mendiskreditkan rival Trump saat itu, Hillary Clinton dari Partai Demokrat.
Lembaga intelijen Washington juga mengatakan bahwa Moskow kini berupaya untuk memengaruhi hasil pemilu legislatif yang akan digelar pada 6 November mendatang.
"Saya khawatir Rusia akan berupaya keras untuk memengaruhi pemilu nanti. Berdasarkan fakta bahwa tidak ada presiden yang lebih tegas sikapnya terhadap Rusia dibandingkan dengan saya, maka mereka tentu menginginkan Demokrat untuk menang," tulis Trump dalam akun Twitternya.
"Jelas mereka tindak menginginkan Trump," kata dia.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui bahwa dia memang ingin agar Trump menang dalam pemilihan presiden tahun 2016. Dia mengungkapkan keinginan itu saat menggelar konferensi pers bersama Trump pada 16 Juli lalu di Helsinki.
Namun, Putin membantah telah mengintervensi pemilihan umum di Amerika Serikat.
Pernyataan Trump dalam konferensi pers yang sama kemudian memicu badai kritik di Amerika Serikat karena ia dianggap lebih mementingkan Rusia dibanding negaranya sendiri dengan mendukung bantahan bahwa Moskow telah mengintervensi pemilu yang dia menangi.
Partai Demokrat kini tengah berupaya memenangi mayoritas kursi di Dewan Perwakilan dan Senat, yang saat ini dikuasai Partai Republik. Dengan menguasai dua kamar legislatif tersebut, Demokrat bisa mengacaukan agenda kebijakan sang presiden.
(Uu.SYS/B/G005/B/T008)
Baca juga: Sesumbar terbaru Donald Trump kepada Iran
Baca juga: Trump tegaskan kepentingan berteman dengan Putin
Pewarta: -
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018