"Setiap dolar mengalami kenaikan, kita masih surplus. Pos pendapatan lebih besar dari belanjanya. Untuk Rp100 depresiasi, kita mendapatkan Rp1,7 triliun net," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menambahkan rata-rata pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga akhir semester I-2018 adalah sebesar Rp13.746 atau melemah dari asumsi yang ditetapkan sebesar Rp13.400.
Menurut dia, tidak hanya pergerakan rupiah yang memberikan dampak positif ke penerimaan, karena setiap kenaikan dari asumsi harga ICP minyak ikut memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp660 miliar.
Hingga akhir Juni 2018, harga ICP minyak rata-rata telah mencapai 67 dolar AS per barel, atau jauh diatas asumsi yang ditetapkan dalam APBN sebesar 48 dolar AS per barel.
"Artinya total kita mendapatkan sisi positif sebesar Rp2,5 triliun," kata Sri Mulyani.
Ia menjelaskan penerimaan pajak maupun PNBP yang terdampak perlemahan rupiah maupun kenaikan harga minyak dunia pada semester I-2018 ini bisa memberikan kompensasi dari membengkaknya belanja subsidi, bunga utang maupun dana bagi hasil.
Untuk itu, Sri Mulyani memastikan realisasi APBN hingga akhir tahun masih terjaga dan tidak perlu pengajuan pembahasan RAPBN-Perubahan, karena postur fiskal 2018 masih terkelola dengan baik.
"Kita akan tetap menjaga dari sisi kinerja ekonomi dan faktor-faktor yang menopangnya sehingga Indonesia, dibandingkan negara-negara emerging yang lain, kita memiliki positif yang sentimen tetap bisa terjaga," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah dalam proyeksi akhir tahun memperkirakan rata-rata pergerakan kurs berada pada kisaran Rp13.973 per dolar AS dan harga ICP minyak sebesar 70 dolar AS per barel.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018