Hasil pilkada Sulawesi Tenggara digugat

26 Juli 2018 12:11 WIB
Hasil pilkada Sulawesi Tenggara digugat
Warga menunjukan kertas suara usai melakukan pencoblosan pada pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilihan Calon Gubernur Sultra 2018 di Kelurahan Kadia, Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/7/2018). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara secara resmi menetapkan sebanyak 42 tempat pemungutan suara (TPS) di sembilan kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara, untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan calon gubernur pada 1 Juli 2018. (ANTARA FOTO/Jojon)

Tetapi bukti berupa berita acara sudah kami dapatkan dan kami sampaikan

Jakarta (ANTARA News) - Pasangan calon nomor urut 3 dalam Pilkada Sulawesi Tenggara 2018 Rusda Mahmud dan Sjafei Kahar menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum provinsi setempat
ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis, telah terjadi kesalahan yang dilakukan KPU Sulawesi Tenggara. Kesalahan itu adalah mengikutsertakan pasangan calon Nomor urut 1 Ali Mazri dan Lukman Abunawas dalam Pilkada Sulawesi Tenggara 2018.

"Pasangan calon nomor urut 1 seharusnya didiskualifikasi dan tidak disertakan dalam pilkada Sulawesi Tenggara karena terlambat menyerahkan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK)," kata kuasa hukum pemohon, Andri Darmawan, ketika memaparkan permohonannya.

Berdasarkan PKPU Nomor 5 Tahun 2018, batas waktu penyerahkan pada pukul 18.00 waktu setempat tetapi pasangan calon nomor 1 Ali Mazri dan Lukman Abunawas baru menyetor pada pukul 19.38 Wita.

Andri menambahkan KPU tidak terbuka terkait dengan keterlambatan pasangan calon nomor 1 ini. KPU dinilai  menyembunyikan berita acara dan ingin mengubah berita acaranya.

"Tetapi bukti berupa berita acara sudah kami dapatkan dan kami sampaikan. Ini fatal sekali dilakukan oleh KPU," kata Andri.

Poin lain yang menjadi keberatan pemohon adalah KPU tidak melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terkait pemberhentian anggota KPU Kabupaten Konawe oleh KPU provinsi.

Anggota KPU Kabupaten Konawe kemudian menggugat ke PTUN dan Pengadilan Negeri.

"Mereka bahkan dimenangkan oleh MA, namun oleh KPU provinsi kedudukan mereka tidak dikembalikan," ujar Andri.

Hal ini menyebabkan anggota KPU pengganti antarwaktu (PAW) tetap melaksanakan tugas sebagai KPU Konawe sehingga dianggap ilegal oleh pemohon.

Akibatnya keputusan tentang pilkada Sulawesi Tenggara dinilai pemohon tidak sah karena jumlah anggota KPU yang sah pada saat itu hanya dua orang.

"Karena UU Pemilu menyatakan putusan KPU menjadi sah bila diputuskan dan disetujui oleh minimal tiga anggota, sementara ini yang sah hanya dua," kata Andri.

Andri memaparkan adanya pelibatan PNS serta politik uang dalam kampanye dan proses Pilkada Sulawesi Tenggara.

Karena itu pemohon memohon Mahkamah untuk memerintahkan adanya pemilihan suara ulang untuk pilkada Sulawesi Tenggara.

Baca juga: KPU Sultra tetapkan tiga pasang cagub/cawagub
Baca juga: Sebanyak 37 TPS di Sultra lakukan PSU
Baca juga: Tiga TPS di Kendari terendam banjir




 

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018