Risiko itu juga dihadapi oleh jamaah Indonesia yang menunaikan ibadah haji di kota suci Mekkah. Di antara mereka, ada yang tidak tahu jalan kembali ke penginapan dari Masjidil Haram, atau kebingungan karena terpisah dari rombongan saat beribadah.
Namun kadang ada yang mengaitkan kejadian semacam itu dengan dosa dan kesalahan pada masa lalu.
Konsultan Pembimbing Ibadah Profesor Aswadi mengatakan tersesat dan atau terpisah dari rombongan umum terjadi pada orang yang memasuki wilayah baru, dan mengimbau insiden semacam itu tidak digunakan untuk menghakimi orang dengan mengaitkannya dengan dosa masa lalu.
"Bisa jadi itu terjadi bagi orang yang masuk wilayah baru yang tidak kenal kanan kiri," kata Aswadi kepada Media Center Haji di Mekkah, Jumat.
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu mengimbau jamaah yang mengalami disorientasi tempat dan waktu di Tanah Suci sehingga bingung dan tidak tahu arah jalan pulang tidak dihakimi.
Ia menyarankan jamaah yang tersesat mengambil pelajaran positif dari pengalaman mereka beribadah di Tanah Suci, bahwa Tuhan memberikan cobaan kepada hamba-Nya sesuai kemampuan mereka, dan bahwa mereka berada di sana untuk menjadi orang yang lebih baik.
Aswadi menuturkan dalam beberapa kasus jamaah tersesat atau terpisah dari rombongan di Tanah Suci karena larut dalam haru sehingga sejenak lupa orang-orang di sekitarnya.
"Pada saat jumrah Aqobah misalnya, karena terharu dengan perilaku yang mereka lakukan jadi di luar konsentrasinya melebihi kebiasaan, jamaah jadi lupa dari teman-temannya, mereka menangis dan tidak tahu balik dan ditemukan oleh petugas dan diajak ke kantor daker, menangis dan sebagainya," kata dia.
Baca juga: Jangan (takut) tersesat di Masjidil Haram
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018