KLHK prioritaskan evakuasi di Rinjani

30 Juli 2018 13:09 WIB
KLHK prioritaskan evakuasi di Rinjani
Sejumlah wisatawan pendaki Gunung Rinjani berhasil turun saat terjadi gempa di pintu pendakian Bawaq Nau, Kecamatan Sembalun, Selong, Lombok Timur, NTB, Minggu (29/7.2018). Menurut data Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) saat ini masih terdapat 826 orang baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang terjebak menunggu arahan untuk bisa turun dengan aman sambil menunggu gempa susulan reda di pos Plawangan Sembalun. (ANTARA /Ahmad Subaidi)

Bahkan bila perlu helikopter kita pakai dulu untuk NTB, membantu evakuasi ataupun drop logistik bagi pendaki yang masih terjebak

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprioritaskan evakuasi terhadap seluruh pendaki yang terjebak di Taman Nasional Gunung Rinjani saat gempa melanda kawasan itu pada Minggu (29/7).

Pusat gempa berada di koordinat 8,4 Lintang Selatan (LS) dan 116,5 Bujur Timur (BT) atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 kilometer (km) arah timur laut Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu pagi sekitar pukul 05.47 WIB.

Hingga Senin, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, evakuasi terus dilakukan dengan melibatkan TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), tim TNGR dan pihak terkait lainnya.

Sesaat setelah bencana, Siti Nurbaya berkoordinasi terus dengan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) dan Dirjen Perubahan iklim.

"Bahkan bila perlu helikopter kita pakai dulu untuk NTB, membantu evakuasi ataupun drop logistik bagi pendaki yang masih terjebak di dalam kawasan," kata Siti Nurbaya.

Keluarga besar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tengah berduka karena mendapat kabar salah satu putra dari staf Balai Litbang LHK Makassar, bernama Muhammad Ainul Takzim meninggal dunia akibat bencana tersebut.

"Innalillahi wainna illaihi rojiun. Saya juga mengucapkan rasa dukacita yang sedalam-dalamnya pada seluruh korban dan juga masyarakat terdampak bencana. Semoga diberi kekuatan dan kesabaran," kata Siti Nurhayati.

Hingga Senin dinihari, jumlah pendaki TNGR yang diperkirakan naik sesuai daftar pengunjung adalah 820 orang. Dengan rincian yang naik tanggal 27 Juli sebanyak 448 orang dan tanggal 28 Juli sebanyak 372 orang.

Baca juga: Ratusan pendaki diduga masih terjebak di danau Rinjani
Baca juga: Kesaksian pendaki Rinjani ketika gempa mengguncang


Jumlah ini masih bisa bertambah termasuk "porter guide" serta tamu yang naik tanggal 25 dan 26 Juli. Pengunjung yang sudah terdaftar turun sampai Minggu (29/7) sebanyak 680 orang.

Saat ini masih ada yang terjebak di jalur pendakian. Mereka berada di dua titik yaitu di jalur Sembalun dan Batu Ceper.

Untuk evakuasi ada bantuan personel Koppassus 100 orang dan heli dari Kodam Udayana untuk "dropping" logistik pendaki yang terjebak di danau. "Selain itu kami juga sudah membuka posko di kantor Balai, sebagai tempat informasi bagi keluarga," kata Siti Nurbaya.

"Setiap dua jam saya selalu minta laporan utuh perkembangan dari lapangan," katanya.


Lanjutkan Evakuasi

Pada Senin pagi, evakuasi kembali dilanjutkan. Tim berangkat melalui jalur Sembalun untuk observasi dan membawa logistik.

Selain tim dari Balai TNGR, dibantu juga dari TNI, Polri, tim medis dan Mapala. Kepala Pusdiklat LKPP KLHK bersama dua stafnya juga dilaporkan masih terjebak di kawasan Batuceper Senaru. Beberapa kali longsor masih dilaporkan terjadi dari dalam kawasan pasca gempa berkekuatan 6,4 SR yang melanda NTB.

Lokasi yang sudah dilaporkan "clear" dari pendaki diantaranya jalur Plawangan Senaru-pintu Senaru, Puncak-Plawangan Sembalun, dan Plawangan Sembalun-Pos Sembalun.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu spot pendakian terpopuler bagi para pendaki dan pecinta alam, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, lokasi ini terkenal dengan keasrian hutan dan keindahan alamnya. Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua yang ada di Indonesia.
 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018