Petisi tersebut berisi tujuh poin tuntutan kepada Pemerintah Indonesia yang subtansinya menuntut Pemerintah untuk menghentikan kontrak karya pengolaan Blok Rokan dari asing dan dialihkan kepada perusahaan negara melalui konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada petisi tersebut tercatat sebanyak 29 nama dari 29 lembaga yang menamakan diri sebagai GRKBR. Mereka antara lain, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amein Rais, Marwan Batubara (IRESS), Tjandra T Wijaya (IRESS), Mantan Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika, Ahmad Wali Radhi (BEM SI), Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Riau (Hipemari), serta BEM dari sejumlah universitas.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, "Petisi Rakyat untuk Blok Rokan" sasarannya adalah mendesak Pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya Blok Rokan yang selama ini dikelola asing, PT Chevron, dan diserahkan kepada putra bangsa melalui konsorsium BUMN dan BUMD.
Sebelum pembacaan dan kesepakatan petisi, diselenggarakan seminar yang menghadirkan sejumlah pembicara. Menurut Marwan, Indonesia adapat berdaulat di bidang energi jika negara memiliki kemampuan mengelola sumber energinya secara independen oleh putra bangsanya.
Amien Rais pada seminar tersebut, menyampaikan pandangan, bahwa Indonesia saat ini tengah terjadi korporatisasi yang mengalahkan demokrasi, sehingga kepentingan
korporasi melebihi kepentingan publik. "Karenan itu, saya mendukung petisi ini," katanya.
Baca juga: Artikel - Menanti kontrak baru lapangan minyak tersubur
Baca juga: Pengamat: Pemerintah hemat devisa 70 miliar dolar jika Blok Rokan dikelola Pertamina
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018