"Pencarian dilanjutkan untuk 25 orang yang telah dilaporkan hilang oleh keluarga mereka," kata wanita Juru Bicara Regu Pemadam Stavroula Malliri dalam pernyataan yang ditayangkan televisi.
Itu untuk pertama kali sejak Senin lalu Pemerintah Yunani menyebutkan jumlah orang yang hilang.
"Sejauh ini, 59 korban telah diidentifikasi, sementara proses pengidentifikasian sisanya masih berlanjut," tambah wanita juru bicara tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua.
Empat orang telah menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit setempat, katanya.
Pemakaman korban yang pertama diidentifikasi dilakukan pada akhir pekan, sementara pembahasan dilanjutkan mengenai penyebab tragedi maut di negeri itu dalam lebih dari satu dasawarsa.
Pembakaran, kelalaian, angin yang berhembus sangat kuat di daerah tersebut, lambannya reaksi pihak berwenang, kurangnya rencana pengungsian darurat dan perencanaan kota yang kacau adalah penyebab utama yang menjadi sorotan dalam perdebatan sengit.
"Yunani bukan satu-satunya negara yang bisa menangani peristiwa alam ekstrem dan citra Yunani sebagai negara yang tertata tempat fenomena luar biasa tak terelakkan akan mengarah kepada kerusakan besar dan kematian yang tidak semestinya," kata Wakil Rektor Thessaly Technology Education Wilayah Wilayah Profesor Michalis Vrachnakis dalam satu wawancara dengan Kantor Berita Nasional Yunani, AMNA, yang disiarkan pada Ahad.
"Baru-baru ini, di negara yang tertata seperti Jepang, 80 orang meninggal akibat sengatan sinar Matahari, akibat gelombang panas yang berkepanjangan ... Perubahan iklim dan cuaca ekstrem ada di sini dan sistem yang menangani keperluan semacam itu harus diubah," kata ahli tersebut. Ia menyarankan "kebudayaan reaksi" baru.
Terutama ketika ruang kota terus mengalami udara panas, daerah pohon pinus yang bisa terbakar dan sayuran hijau sepanjang tahun, seperti yang terlihat di Attica Timur, penduduk setempat harus dilatih mengenai cara berpilaku dan bereaksi sebelum, selama dan setelah kebakaran, kata Vrachnakis.
(Uu.C003)
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018