Masa depan blok Rokan di tangan Pertamina

1 Agustus 2018 14:33 WIB
Masa depan blok Rokan di tangan Pertamina
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (tengah) didampingi Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial (kiri) dan Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi (kanan) memberikan keterangan pers tentang pengumuman penetapan pengelolaan blok migas Rokan di Ruang Sarula, Gedung Kementerian ESDM, pada Selasa (31/7/2018). Kementerian ESDM mengumumkan Pertamina sebagai pengelola blok migas Rokan pada 2021. (ANTARA FOTO/HO/Humas Kementerian ESDM/Yustinus Agyl Kurniawan)

Penawaran dari Chevron jauh di bawah penawaran yang diajukan oleh Pertamina

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya pengelolaan Blok Rokan di Riau, kepada PT Pertamina (Persero) begitu masa kontrak PT Chevron Pacific Indonesia atas lapangan migas ini rampung tahun 2021.

Pertamina nanti akan menguasai 100 persen Blok Rokan. Namun pemerintah mengharuskan ada bagian hak partisipasi pemerintah daerah sebesar 10 persen (Participating Interest/PI). Pembagian saham itu akan diserahkan nantinya kepada BUMD yang ditunjuk.

Keputusan tersebut menunjukkan kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengembangkan sumur minyak terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara, dengan cadangan saat ini mencapai 1,5 miliar barel setara minyak.

Pertamina layak menjadi pemenang dalam pertarungan memperebutkan hak pengelolaan Rokan. Penawaran yang diajukan BUMN ini kepada pemerintah dinilai lebih menjanjikan ketimbang proposal dari Chevron yang disebut-sebut menawarkan komitmen investasi hingga 88 miliar dolar AS (sekitar Rp1.277 triliun) apabila kontraknya diperpanjang hingga 2041.

"Penawaran dari Chevron jauh di bawah penawaran yang diajukan oleh Pertamina," ungkap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar.

Sejumlah angka diajukan Pertamina untuk menjamin produksi minyak Blok Rokan berkesinambungan. Mulai dari komitmen kerja pasti sebesar Rp7,2 triliun. Kemudian tambahan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar 784 juta dolar AS atau setara dengan Rp11,3 triliun.

Bonus tanda tangan itu diserahkan sebelum penandatanganan kontrak, untuk menunjukkan kesungguhan kontraktor dalam menjalankan kegiatan eksploitasi migas di Tanah Air.

Perusahaan energi nasional tersebut juga menjanjikan potensi pendapatan untuk pemerintah RI selama 20 tahun pengelolaan Blok Rokan, hingga 57 miliar dolar AS atau sekitar Rp825 triliun.


Baca juga: Pengamat: Blok Rokan jadi parameter komitmen pemerintah
Baca juga: Kelola Blok Rokan, Pertamina janjikan hemat devisa empat miliar dolar


Atas berbagai asumsi itu maka pemerintah merasa yakin bahwa keputusan memenangkan Pertamina dalam pengelolaan blok minyak seluas 6.264 kilometer persegi memang murni pertimbangan bisnis dan ekonomi.

Penunjukkan Pertamina otomatis akan menghentikan dominasi Chevron di Blok Rokan yang sudah berlangsung lama. Perusahaan asal California, Amerika Serikat (AS) ini mulai beroperasi di Sumatera, lebih dari 90 tahun yang lalu.

Dua lapangan terbesar Blok Rokan, Minas dan Duri, mulai berproduksi pada tahun 1950-an. Sejak saat itu Blok Rokan menjadi tulangpunggung produksi minyak RI. Produksi minyak dari Rokan sempat mencapai puncaknya hingga 1.000.000 barel per hari pada Mei 1973.

Berbeda dengan sumur minyak tua yang biasanya sudah kering dan tak ekonomis. Blok Rokan hingga saat ini masih menjadi primadona minyak Indonesia dengan tingkat produksi siap jual (lifting) di kisaran 210.000 barel per hari atau sekitar 26 persen dari total lifting minyak nasional 2018.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari penggunaan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) di sumur-sumur minyak Rokan, terutama teknologi injeksi uap yang diterapkan Chevron di lapangan Duri sejak tahun 1985 sampai sekarang.

Bagi Pertamina, kemenangan dalam pengelolaan Blok Rokan jelas akan mendongkrak produksi minyak dan gas bumi perseroan ini. Kontribusi Pertamina bagi produksi migas nasional akan melonjak dari 23 persen sekarang menjadi sekitar 60 persen pada tahun 2021.

Tidak hanya itu, menurut Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati, penguasaan atas Rokan dapat mengurangi belanja impor minyak Pertamina. Sekaligus menghemat pengeluaran devisa negara hingga empat miliar dolar AS per tahun.

Pertamina berencana menyatukan pengolahan minyak Blok Rokan ke dalam konfigurasi kilang minyak miliknya, antara lain yang ada di Balongan, Dumai, Plaju dan Balikpapan.

Pemanfaatan teknologi injeksi uap juga akan dilanjutkan di Blok Rokan. Selama ini Pertamina sudah menjalankan teknologi EOR untuk menyedot minyak dari sejumlah lapangan minyaknya. Seperti di Rantau, Jirak, Tanjung yang dikelola anak usahanya, PT Pertamina EP.

Anak usaha PT Pertamina (Persero) lainnya, Pertamina Hulu Energi, juga telah menerapkan teknologi injeksi uap di lapangan Siak.

Dalam proposal penawaran Blok Rokan, Pertamina mengungkapkan telah membuat program kerja dari data yang diperoleh untuk mengoptimalkan sejumlah sumur minyak di blok tersebut.

Pada tahap awal pengelolaan nanti, perseroan akan mengembangkan pula lapangan-lapangan yang selama ini belum menjadi prioritas kontraktor petahana. Langkah tersebut, menurut Direktur Hulu Pertamina Syamsul Alam, sebagai upaya menahan laju penurunan produksi.

Diharapkan produksi Blok Rokan pascaterminasi bisa dipertahankan, bahkan bisa jadi meningkat asalkan program EOR berjalan dengan baik.

Untuk tujuan yang sama manajemen Pertamina dan Chevron, begitu kontrak baru Blok Rokan ditandatangani, bersama-sama menyiapkan program kerja transisi sampai dengan masa kontrak yang sekarang habis.

Kepercayaan pemerintah kepada Pertamina untuk mengelola blok migas terbesar di Tanah Air itu, dalam jangka panjang diyakini dapat meningkatkan ketahanan energi nasional serta berpotensi menambah pendapatan bagi negara.

Tak kalah penting pula adalah kesempatan mengoptimalkan sumber daya anak bangsa sekaligus mendorong BUMN untuk tumbuh makin besar sehingga diperhitungkan di kancah global.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018