"Safari politik AHY ke sejumlah daerah dan pemampangan balihonya secara masif diberbagai pelosok negeri menjadi indikasi kuat dari agenda itu," kata pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, di Jakarta, Kamis.
Para elit Demokrat pun selama ini tak henti bersuara tentang peluang AHY untuk menjadi calon Presiden (capres) atau calon Wakil Presiden (cawapres).
Terlebih, aksi demi aksi deklarasi dukungan terhadap AHY juga terus digelar tanpa henti. "Beberapa hari lalu dibuat di Gedung Joang 45, dan hari ini saya dengar juga akan digelar lagi di Djakarta Theater," kata Said.
Dari semua fakta-fakta itu sebetulnya sudah sangat terang benderang dan tidak bisa lagi dibantah bahwa Demokrat memang sungguh-sungguh sedang memperjuangkan AHY sebagai capres atau cawapres.
"Saya sendiri sudah pernah mengatakan bahwa saya memuji sikap PKB, PKS, dan termasuk juga Partai Demokrat yang kukuh memperjuangkan kadernya sendiri untuk mengisi jabatan-jabatan di pemerintahan, dalam hal ini jabatan capres atau cawapres," ujarnya.
Apa yang mereka perjuangkan itu, kata dia, sebagai salah satu perwujudan dari fungsi rekrutmen politik yang semestinya diadopsi oleh seluruh partai politik. Dalam Undang-Undang mengenai Partai Politik (UU Parpol) pun hal tersebut diatur.
Permasalahannya adalah di saat AHY dan sejumlah elemen dari Partai Demokrat lainnya gencar berpromosi agar AHY bisa diterima sebagai cawapres Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto (setelah pintu capres mulai menyempit), Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru mengelak dirinya menjadi bagian dari upaya itu.
Dalam setiap keterangan yang disampaikan oleh SBY setelah dirinya melakukan komunikasi politik dengan Jokowi, Ketua Umum PAN, Pimpinan PKS, dan khususnya dengan Prabowo Subianto, SBY selalu menekankan bahwa pertemuan diantara mereka tidak pernah membahas, apalagi meminta dukungan agar AHY bisa diterima sebagai cawapres Jokowi atau Prabowo.
"Apa yang dikatakan oleh SBY itu menurut saya agak mengganggu akal sehat kita. Tidak logis. Sebab, agenda untuk mengusung AHY sebagai cawapres tentu tidak bisa dilakukan secara pasif, melainkan harus dibarengi oleh sebuah proses komunikasi yang intens dengan pihak capres dan parpol lainnya," jelasnya.
Saat menceritakan tentang pertemuannya dengan Jokowi, lanjut Said, SBY sebetulnya sempat keceplosan dengan mengatakan mereka sempat membahas soal jatah kursi menteri untuk Demokrat jika partai itu bersedia bergabung di koalisi petahana.
"Nah, kalau untuk isu sekunder soal posisi menteri saja sudah dibicarakan, maka logikanya: apalagi untuk hal yang lebih primer seperti posisi cawapres," tutur Said Salahudin.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018