"Harus hati-hati, karena yang harus diperangi adalah persepsi dan menganggap itu bukan bidangnya (perempuan)," kata Sri Mulyani dalam seminar "Women's Participation for Economic Inclusiveness" di Surabaya, Kamis.
Sri Mulyani menjelaskan selama ini terdapat anggapan sektor tertentu seperti ilmu pengetahuan, matematika, maupun teknologi merupakan bidangnya laki-laki.
Padahal, menurut dia, banyak perempuan dalam era digitalisasi seperti sekarang yang bisa melaksanakan tugas dan pekerjaan formal seperti laki-laki.
"Perempuan yang bekerja di bidang 'science and technology' dan matematika di Indonesia lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya, tapi masih ada anggapan ini bidangnya laki-laki. Persepsi bias ini harus dihilangkan," ujarnya.
Selain menghilangkan persepsi, tambah dia, penggunaan teknologi bisa dilakukan untuk mendorong kesetaraan gender dan perempuan mendapatkan akses yang sama dengan laki-laki.
Salah satunya, pemanfaatan teknologi seperti laptop atau telepon pintar agar perempuan bisa bekerja di rumah dan mengawasi anak dalam waktu yang bersamaan.
"Walaupun teknologi memberikan harapan untuk menciptakan persamaan, tapi masih ada hambatan dari sosial dan budaya, termasuk faktual dan legal," tambahnya
Dari sisi kebijakan fiskal, kata Sri Mulyani, pemerintah juga telah berupaya untuk mendorong tingkat kesetaraan melalui pemberian bantuan sosial bagi keluarga miskin.
Bantuan sosial itu diantaranya Program Keluarga Harapan yang bisa menjamin anak-anak perempuan dari keluarga kurang mampu tetap bisa memperoleh pendidikan yang layak.
Selama ini, kemiskinan menjadi alasan bagi perempuan dari keluarga kurang mampu untuk tidak bersekolah, apalagi laki-laki lebih mendapatkan keutamaan.
"Ini upaya pemerintah untuk memotong siklus kemiskinan dari sisi gender," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Menkeu: Pemihakan kepada perempuan tingkatkan nilai ekonomi
Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018