Warga pesisir Bekasi beli air dari Cilincing

2 Agustus 2018 16:45 WIB
Warga pesisir Bekasi beli air dari Cilincing
Warga membawa jeriken berisi air bersih yang disalurkan di Desa Mangunrejo, Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (25/7/2018). Berdasarkan data dari Palang Merah Indonesia (PMI) setempat, setidaknya terdapat 25 desa dari 10 kecamatan di Grobogan mulai kesulitan air bersih, yakni Kecamatan Geyer, Karang Rayung, Purwodadi, Toroh, Pulokulon, Tawangharjo, Gabus, Kradenan dan Wirosari serta Kedungjati. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Kalau mau gali air tanah butuh uang Rp4,5 juta. Saya tidak punya uang,

Cikarang  (ANTARA News) - Warga di Desa Pantaimekar, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang mengalami krisis air bersih pada musim kemarau ini terpaksa membeli air dari Cilincing Jakarta.

 "Air tanah kami berubah warna agak kemerahan dan berbau. Kalau untuk minum beli dari Cilincing, Jakarta," kata Ketua RT01 RW01 Desa Pantaimekar, Muaragembong, Arsiyah (45) di Muaragembong, Kamis.

Menurut dia, kemarau di wilayahnya membuat sekitar 95 kepala keluarga setempat kesulitan memperoleh pasokan air bersih untuk kebutuhan mandi cuci kakus (MCK) maupun konsumsi keluarga.

Bahkan fasilitas air artesis yang disediakan Pemerintah Kabupaten Bekasi di desa tersebut telah lama terbengkalai tanpa pasokan air bersih dari instansi terkait. "Sudah setahunan sumur artesis ini tidak ada gunanya," katanya.

Baca juga: Sejumlah desa di Bojonegoro kesulitan air bersih
Baca juga: Korban gempa Lombok kesulitan dapat air bersih


Warga di wilayah itu berupaya mencari air bersih dengan menanti pedagang air yang datang dari Cilincing Jakarta Utara ke kampung mereka setiap harinya.

"Satu jerigen isi 30 liter harganya Rp3.000. Kalau saya biasa beli satu jerigen untuk dua hari, itu juga hanya buat masak dan minum. Kalau buat nyuci pakai air tanah," katanya.

Warga setempat lainnya Echa (30) mengaku harus mengalokasikan kocek lebih untuk membeli air tanah dari tetangganya Rp1.000 per jerigen karena tidak memiliki mesin sedot air tanah. "Kalau mau gali air tanah butuh uang Rp4,5 juta. Saya tidak punya uang, jadinya beli ke tetangga," katanya.

Menurut dia, profesinya sebagai nelayan belum mencukupi biaya pembuatan air tanah yang relatif mahal.

Warga setempat berharap pemerintah daerah melalui instansi terkait dapat segera memasok kebutuhan air bersih ke desa mereka selama kemarau yang diprediksi berlangsung Agustus hingga September 2018.  "Kalau sumur artesisnya bagus, saya kira cukup untuk kebutuhan satu RW di sini."

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018