Jakarta (ANTARA News) - Deputi Direktur & Fellow Program Asia Tenggara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Washington DC Brian Harding memperkirakan perdagangan akan menjadi salah satu isu yang akan dibahas saat kunjungan Menteri Luar Negeri AS Michael (Mike) Richard Pompeo ke Jakarta, akhir pekan ini.
"Saya tahu isu tentang perlakuan berbeda untuk komoditas Indonesia akan ada dalam agenda, mudah-mudahan akan ada semacam penyelesaian yang jelas terkait isu ini," ujar Brian dalam sebuah forum di Kantor CSIS Jakarta, Kamis.
Baca juga: Menlu AS berkunjung ke Indonesia 4-5 Agustus
Amerika Serikat saat ini tengah mengevaluasi fasilitas tarif preferensi (generalized system of preferences/GSP) atau keringanan bea masuk bagi ekspor yang mereka berikan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Evaluasi ini merupakan permintaan Presiden AS Donald Trump, yang dikabarkan akan memutuskan mengenai keberlanjutan GSP ini pada November 2018.
Dalam pertemuan dengan Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Robert E Lighthizer di Washington DC di Washington DC, akhir Juli lalu, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita membahas upaya meningkatkan perdagangan dan mengurangi hambatan perdagangan kedua negara, antara lain proses peninjauan ulang terhadap Indonesia sebagai negara penerima skema GSP dan pengecualian bagi Indonesia atas pengenaan kenaikan tarif impor produk besi baja dan aluminium AS.
"Permintaan mempertahankan GSP untuk Indonesia tersebut tidak hanya untuk kepentingan industri di Indonesia, tetapi juga juga untuk kepentingan industri di AS karena terkait proses produksi domestik mereka, jadi sebetulnya ini kerja sama saling menguntungkan," kata Enggartiasto.
Indonesia masih memerlukan GSP untuk meningkatkan daya saing produk di pasar AS. Produk-produk Indonesia yang selama ini menggunakan skema GSP AS antara lain karet, ban mobil, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Pada 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai 1,9 miliar dolar AS. Angka tersebut masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar 5,6 miliar dolar AS, Thailand 4,2 miliar dolar AS, dan Brasil 2,5 miliar dolar AS.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan total perdagangan Indonesia dan AS tahun 2017 sebesar 25,91 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, ekspor Indonesia mencapai 17,79 miliar dolar AS dan impor Indonesia sebesar 8,12 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia surplus terhadap AS sebesar 9,67 miliar dolar AS.
Dalam pertemuan tersebut, Enggartiasto menegaskan bahwa Indonesia akan meningkatkan ekspor produk-produk Indonesia yang potensial di pasar AS. Di sisi lain, Indonesia siap membeli bahan baku dan barang modal produksi AS yang tidak diproduksi di Indonesia untuk mendukung industri dalam negeri, sehingga produksi dan ekspor Indonesia akan meningkat.
Perdagangan dinilai Brian sebagai isu paling krusial dalam hubungan Indonesia-AS saat ini.
Namun selain itu tersebut, isu-isu lain yang menyangkut peningkatan hubungan bilateral kedua negara juga akan dibicarakan dalam pertemuan antara Menlu AS Mike Pompeo dan Menlu RI Retno Marsudi pada Sabtu (4/8) serta dengan Presiden Joko Widodo pada Minggu (5/8).
"Mungkin isu yang akan dibahas tentang Korea Utara atau isu lain yang fokus pada hubungan bilateral kedua negara. Saya rasa pertemuan antara Presiden (Jokowi) dan Menlu Pompeo sangat penting dilakukan untuk menjaga hubungan ini," kata Brian.
Baca juga: Mendag galang dukungan importir Amerika terkait GSP
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018