Jakarta (Antara) - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am Soleh mengatakan vaksin nonhalal yang digunakan untuk imunisasi di Indonesia pernah terjadi pada tahun 2002 dan diperbolehkan.Sebenarnya hal seperti ini bukan hal baru, dulu sudah pernah terkait fatwa imunisasi polio yaitu pada 2002 dan 2005,
"Sebenarnya hal seperti ini bukan hal baru, dulu sudah pernah terkait fatwa imunisasi polio yaitu pada 2002 dan 2005," kata Ni'am di Jakarta, Jumat.
Pada 2002, kata Ni'am, telah dilakukan pemeriksaan pada vaksin polio dan terkonfirmasi ada unsur nonhalal dalam vaksin tersebut. Namun vaksin polio tersebut tetap digunakan untuk imunisasi karena ada suatu kedaruratan.
"Akan tetapi karena ada kebutuhan mendesak, maka pada saat itu vaksin untuk kepentingan imunisasi polio dengan komposisi yang ada unsur haram dan najis itu dibolehkan untuk digunakan, karena ada kebutuhan yang bersifat syar'i," kata Ni'am.
MUI akan menerbitkan fatwa kehalalan vaksin MR setelah LPPOM MUI mendapatkan dokumen terkait komponen vaksin dan menguji kandungannya.
Apabila dalam vaksin MR benar terdapat unsur nonhalal, vaksin tersebut tetap bisa digunakan dengan catatan tidak ada alternatif lain, tidak ada vaksin sejenis yang halal atau suci, bahayanya sudah sangat mendesak, dan ada penjelasan dari pihak yang memiliki kompetensi terkait bahaya itu.
Niam menerangkan hukum imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang sebelumnya ditetapkan boleh dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016, bisa berubah menjadi wajib dalam kondisi tertentu.
"Kalau imunisasi sebagai salah satu mekanisme untuk pencegahan penyakit yang jika tidak dilakukan imunisasi akan menyebabkan bahaya secara kolektif, maka imunisasi yang asal hukumnya boleh, bisa bergerak menjadi wajib," kata Niam.
Baca juga: Dinkes sayangkan masih ada penolakan imunisasi MR
Baca juga: Kepulauan Meranti tunda imunisasi MR bagi anak muslim
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2018