New York (Antaranews) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB) setelah sanksi-sanksi AS terhadap barang-barang Iran mulai berlaku, meningkatkan kekhawatiran bahwa sanksi terhadap minyak Iran, diperkirakan pada November, dapat menyebabkan kekurangan pasokan.Ini tentu mengingatkan kepada semua orang bahwa AS serius tentang sanksi-sanksinya, dan diragukan mereka akan memberikan keringanan
Patokan global seperti dikutip Reuters, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober bertambah 0,90 dolar AS atau 1,2 persen menjadi 74,65 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah mencapai tertinggi sebesar 74,90 dolar AS.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 0,16 dolar AS atau 0,20 persen menjadi 69,17 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, turun dari tertinggi awal sesi 69,83 dolar AS.
Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan Senin (6/8) bahwa Amerika Serikat akan mengaktifkan kembali sejumlah sanksi terhadap sektor keuangan dan industri Iran mulai Selasa (7/8).
Sanksi-sanksi AS terhadap anggota OPEC, Iran, secara resmi mulai berlaku pada pukul 00.01 tengah malam waktu setempat. Sanksi-sanksi itu tidak termasuk ekspor minyak Iran. Negara ini mengekspor hampir 3 juta barel per hari (bpd) minyak mentah pada bulan Juli.
Sanksi-sanksi tersebut menargetkan pembelian dolar AS, perdagangan logam, batu bara, perangkat lunak industri, dan sektor otomotif Iran.
Sanksi-sanksi AS terhadap sektor energi Iran akan diberlakukan kembali setelah "wind-down period" 180 hari berakhir pada 4 November.
"Ini tentu mengingatkan kepada semua orang bahwa AS serius tentang sanksi-sanksinya, dan diragukan mereka akan memberikan keringanan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York.
Seiring dengan ketegangan geopolitik yang dapat mempengaruhi produksi minyak mentah Iran, pedagang juga mengawasi persediaan AS, yang diperkirakan turun 3,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 3 Agustus, menurut analis yang disurvei pada Selasa (7/8).
Minyak mentah berjangka naik tipis dalam perdagangan pasca penyelesaian, dengan WTI pada 69,07 dolar AS per barel, karena data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun 6 juta barel pekan lalu.
Harga minyak naik pada awal sesi perdagangan setelah sanksi AS terhadap Iran mulai berlaku, tetapi kenaikannya terbatas karena pelaku pasar tidak memiliki tanda yang jelas tentang seberapa banyak usulan sanksi minyak akan mempengaruhi hasil minyak mentah Iran, kata Kilduff.
WTI menghadapi resistensi lebih lanjut, katanya, di tengah laporan kenaikan dalam impor minyak AS dari Saudi.
Presiden AS Donald Trump men-tweet bahwa sanksi-sanksi tersebut adalah "sanksi-sanksi paling keras yang pernah dikenakan". "Siapa pun yang melakukan bisnis dengan Iran, tidak akan melakukan bisnis dengan Amerika Serikat," tambahnya.
Banyak negara Eropa, China dan India, menentang sanksi tersebut, tetapi pemerintah AS mengatakan ingin sebanyak mungkin negara untuk berhenti membeli minyak Iran.
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi mengatakan negaranya menentang sanksi terhadap Iran, tetapi akan mematuhi mereka untuk melindungi kepentingannya sendiri.
"Pasar terus memperhitungkan risiko geopolitik dari penerapan kembali sanksi-sanksi AS pada Iran," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
"Laporan-laporan bahwa produksi Arab Saudi sebenarnya menurun pada bulan Juli terus memberikan dukungan untuk pasar."
Produksi minyak mentah Arab Saudi turun sekitar 200.000 barel per hari bulan lalu, dua sumber di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pada Jumat (3/8), meskipun Saudi dan produsen utama Rusia berjanji akan meningkatkan produksi mulai Juli, dengan Arab Saudi menjanjikan peningkatan pasokan "terukur".
Sementara itu, produksi minyak mentah AS, yang telah naik secara dramatis didorong oleh peningkatan produksi dari formasi serpih (shale), sekarang dapat naik lebih lambat karena harga turun, menurut laporan bulanan Badan Informasi Energi AS.
Produksi AS diperkirakan naik 1,31 juta barel per hari menjadi 10,68 juta barel per hari pada 2018, lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan bulan lalu 1,44 juta barel per hari menjadi 10,79 juta, kata EIA.
"Kami terus perkirakan harga minyak mentah Brent turun menjadi 70 dolar AS per barel pada akhir 2018, karena pasar tampaknya cukup seimbang dalam beberapa bulan mendatang," kata Linda Capuano, Administrator EIA.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2018