Jakarta (ANTARA News) - Kopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban, termasuk di Indonesia, tapi merintis bisnis kopi tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan.... masalahnya ada pada pemberian label...
Adrian Zmith, pemilik i Koji Coffee, mengemukakan, ada berbagai faktor yang berperan dalam mempertahankan bisnis kopi, dalam hal ini adalah kedai kopi.
"Tantangannya tempat dan momen ketika membuka kedai kopi," kata Adrian, di konferensi pers Pekan Raya Indonesia 2018, Jakarta, Rabu.
Ketika baru membuat kedai kopi pada 2010 silam, ia terpaksa gulung tikar hanya dalam waktu dua tahun. Bukan masalah lokasi yang tidak strategis, tapi momen yang belum tepat, kata Adrian.
"2010-2012 masih tren baru, jadi belum siap menerima, (belum banyak yang menikmati) kopi tanpa gula atau kopi dari daerah-daerah Indonesia," ujar dia.
Kini iklim bisnis kopi yang semakin membaik, lebih banyak varian kopi yang bisa dieksplorasi karena semakin banyak akses untuk bekerjasama dengan para petani kopi.
Dari segi popularitas, Indonesia punya potensi besar karena merupakan negara dengan posisi kelima besar di daftar negara produsen kopi terbesar dunia pada musim tanam 2016-2017.
Menurut Frista Debby Yanti, pejabat Komunikasi Pemasaran Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi di Indonesia (AEKI), masalahnya ada pada pemberian label.
Biasanya, kata Debby, orang-orang menjual kopi daerah Indonesia tanpa menyebutkan asal negara, hanya nama daerahnya, seperti Gayo dan Mandailing.
Belakangan, label Indonesia mulai banyak disematkan agar semakin banyak pencinta kopi mengetahui bahwa negeri ini menghasilkan kopi-kopi berkualitas.
"Sekarang banyak di kemasan kopi ada bendera Indonesia sama tulisan kopi Indonesia," katanya.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018