Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menyatakan penerapan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan nomor 2, 3, dan 5 mengenai pelayanan katarak, persalinan bayi, dan rehabilitasi medik telah mengurangi manfaat jaminan kesehatan nasional dan menyarankan pembatalan ketentuan itu....demi menjaga kestabilan pelayanan kepada masyarakat
"Menimbulkan keresahan di masyarakat dan di rumah sakit, merugikan masyarakat, mengganggu upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan keamanan pasien, mengganggu upaya strategis pemerintah di bidang kesehatan khususnya upaya menurunkan angka kematian bayi sebagaimana target SDGs," kata Ketua Umum PERSI Kuntjoro Adi Purjanto dalam siaran pers organisasi, Kamis.
Perhimpunan menyadari bahwa keterbatasan anggaran Dana Jaminan Sosial telah menyebabkan defisit pada pembiayaan BPJS Kesehatan.
Namun penerapan ketentuan direktur yang menyebabkan pengurangan manfaat jaminan kesehatan, menurut organisasi itu, akan mengorbankan mutu standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan profesi.
PERSI meminta BPJS Kesehatan mematuhi amanah regulasi yang masih berlaku bahwa kewenangan pengaturan manfaat dan tarif adalah kewenangan Kementerian Kesehatan.
Mereka mendesak revisi Perpres No 12 Tahun 2013 segera diterbitkan sebagai landasan perbaikan JKN di bawah Perpres dan meminta peraturan direktur BPJS Kesehatan tersebut dibatalkan sampai penerbitan revisi Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
PERSI juga meminta agar BPJS Kesehatan meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan kementerian-lembaga terkait dalam menerbitkan kebijakan terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Semata-mata demi mengurangi potensi kegaduhan dan pertentangan di lapangan demi menjaga kestabilan pelayanan kepada masyarakat," kata Kuntjoro.
Pada 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerbitkan tiga peraturan baru mengenai pelayanan katarak, persalinan bayi lahir sehat, dan rehabilitasi medik yang ditujukan untuk meningkatkan potensi efisiensi biaya sampai Rp360 miliar selama Juli-Desember 2018.
Peraturan baru itu meliputi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Dalam peraturan baru tersebut penjaminan biaya operasi katarak oleh BPJS Kesehatan hanya bisa dilakukan dengan syarat visus mata kurang dari 6/18 preoperatif atau setengah buta.
Sedangkan untuk penjaminan persalinan dengan bayi lahir sehat pelayanan hanya diberikan dalam satu paket persalinan atas nama kepesertaan ibunya, sedangkan ibu hamil yang bayinya terindikasi akan membutuhkan perawatan khusus setelah persalinan harus mendaftarkan calon bayi menjadi peserta JKN terlebih dulu agar bisa mendapatkan jaminan dalam pelayanan kesehatan.
Paket jaminan persalinan bayi lahir sehat menghilangkan pelayanan yang sebelumnya diberikan yaitu sarana untuk pencegahan apabila terjadi kelainan pada bayi saat dilahirkan.
Sementara peraturan tentang pelayanan rehabilitasi medik mengatur pembatasan kunjungan layanan fisioterapis yang dilakukan pasien dengan batasan dua kali per minggu atau delapan kali per bulan.
Baca juga: Penderita katarak jangan khawatir, BPJS Kesehatan tetap melayani
Baca juga: BPJS Kesehatan tetap tanggung biaya persalinan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018