"Amar putusan mengadili, dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat.
Mahkamah dalam pertimbangannya menyatakan pasangan Munafri-Andi Racmatika selaku pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sengketa pilkada Kota Makassar, karena tidak memenuhi syarat ambang batas selisih suara antara pemohon dengan suara yang menyatakan "tidak setuju" (kolom kosong).
Adapun ketentuan ambang batas selisih suara tersebut diatur dalam Pasal 158 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyebutkan untuk Kota Makassar ambang batas selisih suara terbanyak adalah 0,5 persen atau sebanyak 2.825.
Sementara perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan suara yang "tidak setuju" (kolom kosong) adalah 36.550 suara.
Adapun kolom kosong dalam pilkada Kota Makassar 2018 seharusnya diisi oleh pasangan calon nomor urut 2 pada pilkada Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) dan Indira Mulyasari yang merupakan petahana.
Namun pasangan Danny-Indira telah didiskualifikasi dari keikutsertaan dalam pilkada Kota Makassar sehingga pihak pemohon menilai seharusnya angka dalam kotak kosong tersebut dijadikan nol dan memenangkan pemohon.
Pemohon dalam dalilnya juga menyebutkan adanya dugaan kecurangan yang dilakukan oleh pasangan Danny-Indira, mengingat yang bersangkutan ketika didiskualifikasi masih aktif sebagai Walikota Makassar sehingga dicurigai adanya konflik kepentingan.
Dalam sidang lanjutan untuk perkara ini, KPU Kota Makassar selaku termohon menegaskan bahwa perolehan suara dalam kolom kosong bukanlah hasil dari kecurangan atau manipulasi angka, melainkan murni suara masyarakat kota Makassar.
Baca juga: Bawaslu awasi kotak kosong pilkada Kota Makassar
Baca juga: Anggota KPU: kotak kosong perlu aturan rinci
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018