Belajar dari rumah Adat Bayan

11 Agustus 2018 00:24 WIB
Belajar dari rumah Adat Bayan
Lumbung padi di Kampung Adat Bayan, Lombok Utara, masih berdiri kokoh meski diguncang gempa 7 Skala Richter (SR) pada Minggu (5/8) yang disusul gempa 6,2 SR pada Kamis (9/8). (Riza Fahriza)
Mataram (ANTARA News) - Bangunan yang berdindingkan bambu yang dianyam serta atap ilalang, tampak masih kokoh berdiri padahal di perut bumi bangunan itu telah terjadi pergerakan patahan berkekuatan 7 Skala Richter (SR).
     
Bahkan gempa tektonik itu membuat telah merusak sebanyak 22.721 rumah sesuai data sementara dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
     
Bangunan kokoh itu, rumah adat Bayan yang terletak di Kampung Adat Bayan, Kabupaten Lombok Utara yang berjarak sekitar 80 kilometer dari ibukota provinsi. Bangunan itu berada dalam satu kompleks diantaranya dikenal dengan nama Kampung Adat Bayan Timur.
     
Di Kampung Adat Bayan Timur, terdiri dari tiga beruga atau dikenal bale-bale sebagai tempat berkumpul untuk upacara adat dan dua lumbung padi.
     
Di sekeliling kompleks itu, dipagari pagar bambu dan di sebelahnya berdiri sejumlah rumah adat yang berfungsi untuk tempat tinggal. Namun tidak sembarangan orang bisa memasukinya, terutama pasca gempa karena dalam kepercayaan masyarakat adat harus ada pantangan tertentu untuk memasuki kompleks pemukiman yang juga dipagari bambu.
     
Bagi warga adat Bayan yang menganut agama Islam Wetu Telu, sangat menghormati leluhur atau nenek moyangnya salah satunya terkait dengan rumah yang tidak hanya sebagai tempat tinggal namun juga memiliki nilai spiritual. 
     
Kembali lagi membahas rumah adat itu berhubungan dengan gempa, menunjukkan bagaimana nenek moyangnya memahami atau menyadari bahwa mereka tinggal di tanah yang rawan gempa hingga bangunan terbuat dari bahan alami itu menjadi solusi dalam mengatasi bencana alam tersebut.
     
Demikian pula dengan Masjid Kuno Bayan di Kampung Adat Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), tetap berdiri tegak sama sekali tidak mengalami kerusakan yang berarti.
     
Kecuali pagar tembok terlihat berserakan dihempas gelombang gempa yang berlangsung terus menerus.
     
Masjid yang berdindingkan bambu dan beratapkan bambu ditutup injuk itu, serta berpondasikan susunan rapih batu, berdiri kokoh di atas gundukan tanah seperti bukit kecil.
       
"Alhamdulillah tidak ada yang rusak," kata Raden Kertamaji, penjaga rumah adat kepada Antara.   
     
Yang rusak, kata dia, hanya pagar tembok yang membatasi dengan jalan raya saja. "Ini pagar tembok sedang dibersihkan," katanya.
     
Masjid kuno Bayan itu telah masuk bagian dari situs bersejarah karena berdiri pada abad ke-17. Saat ini diperkirakan usianya telah lebih dari 300 tahun.
     
Kecamatan Bayan dinilai salah satu gerbang masuknya Islam di Pulau Lombok. Di kecamatan inilah, Islam pertama kali diperkenalkan, dan Masjid Bayan Beleq merupakan masjid pertama yang berdiri di pulau ini.
     
Masjid kuno Bayan dihormati oleh pemeluk Agama Islam Wetu Telu. 


Bangunan kayu
     
Entah belajar dari rumah adat Bayan, warga korban gempa juga ingin mengikutinya dengan membangun rumah kayu.
     
Warga Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, ingin dibuatkan rumah kayu agar tidak menjadi korban gempa bumi yang rawan terjadi di Pulau Lombok dan sekitarnya.
   
 "Kalau seperti program kementrian, Rumah Tidak Layak Huni itu kita takut. Itu kan bangunan batu bata, yang ada di Bayan saja ambruk, baiknya rumah kayu saja," kata Suri, warga Desa Santong, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.
     
Bahkan rumah yang terbuat dari struktur batu bata itu, jelasnya, tiang bangunannya ada yang menggunakan bambu.
     
"Jadi bagaimana tidak ambruk, tiang bangunannya dari bambu," ujarnya.
     
Menindaklanjuti informasi Suri yang juga menjadi korban gempa dan masih mengungsi di tenda pengungsian area perbuktian itu, Antara mengecek kondisi rumah yang masuk dalam proyek RTLH Kementerian PUPR di Kecamatan Bayan.
     
Kondisinya hampir sama dengan bangunan rumah warga biasanya, retak dan rawan roboh. Bahkan ada yang sudah rata dengan atap bangunannya.
   
Terkait dengan upaya rekonstruksi pascagempa di Lombok, pemerintah menjanjikan akan memberi bantuan pembangunan rumah yang tahan gempa kepada masyarakat NTB yang terkena dampak gempa bumi.
     
"Ini bantuan, saya sudah bicara dengan pemkab yang menerima bantuan. Yang ingin bangun lagi, harus ikut konstruksi tahan gempa yang akan 'diguide' PUPR," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai rapat terbatas mengenai Penanganan Bencana Alam NTB di Kantor Presiden, Jakarta.
     
Menurut Basuki, konstruksi rumah yang diharapkan tahan gempa harus dilakukan di kawasan rawan gempa. Untuk rumah yang mengalami rusak berat akan diberikan dana Rp50 juta, sementara rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan mendapat Rp10 juta.
     
Pengalaman membangun rumah tahan gempa, baik di Provinsi Aceh maupun DI Yogyakarta, akan menjadi acuan dalam tahap rekonstruksi di Lombok.
   
Pembangunan akan memanfaatkan sistem swakelola yaitu masyarakat bekerja sendiri dengan rancangan konstruksi rumah dari Kementerian PUPR.
     
Sisa bahan bangunan yang masih dapat dimanfaatkan akan digunakan untuk tambahan bahan pembangunan.
     
Kepala pelaksana BNPB NTB Muhammad Rum menyarankan warga yang terdampak gempa tektonik 6,4 Skala Richter (SR), untuk membangun rumah kayu mengingat potensi bencana alam tersebut masih tinggi.
     
"Atapnya kan bisa menggunakan injuk atau alang-alang," katanya.
     
Imbauan tersebut, kata dia, berdasarkan potensi ancaman bencana di daerah tersebut akan terus terjadi.
     
Ia mencontohkan ada rumah di wilayah itu yang menggunakan dinding dari kayu, sama sekali tidak terdampak gempa.
     
Disebutkan, rata-rata rumah yang ambruk itu, pondasinya buruk. "Hingga pas sekali terkena guncangan, langsung ambruk," tandasnya.
     
Karena itu, kata dia, pihaknya pernah meminta gambar bangunan kayu dan besaran biaya pembangunan dari salah satu puslitbang kantor pemerintahan.

Oleh Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018