Jakarta (ANTARA News) - Berangkat dari niatan untuk mengapresiasi warisan budaya, Lantun Orchestra menggelar festival budaya bertajuk "Betawi Hari Ini."Harus mengapresiasi budaya yang paling dekat dengan kita..
"Harus mengapresiasi budaya yang paling dekat dengan kita. Kita lah Betawi hari ini, orang-orang yang tinggal di Betawi jadi harus menjaga budaya Betawi," ujar Chaka Priambudi, pemrakarsa "Betawi Hari Ini" yang juga merupakan penggagas Lantun Orchestra kepada Antaranews di Jakarta, Sabtu.
"Betawi Hari Ini" diawali dengan "Jelajah Kemayoran", tur keliling Kemayoran yang bekerja sama dengan Jakarta Good Guide.
Program tur ini mengajak peserta tur untuk mengelilingi situs penting bersejarah yang ada di sekitar Kemayoran, dengan rute JI Expo, Jalan Benyamin Sueb, Wisma Atlet, Ketan Susu Kemayoran, Pempek Garuda, Gedung Bandara Lama, Ex Pelni, Basarnas dan Komplek Angkasa Pura.
"Konsepnya bukan memperkenalkan, karena mungkin kita sudah tahu tempatnya, cuman mungkin kita enggak punya waktu untuk mengunjungi, kita mengajak untuk ayo mengenal lagi," kata Chaka.
"Jelajah Kemayoran" mendapat sambutan hangat terbukti dengan lebih dari 50 orang mendaftar dan mengikuti tur yang tidak dikenakan biaya tersebut.
Mengenali jejak-jejak budaya--mulai dari gedung bersejarah hingga kuliner, menurut Chaka--adalah cara paling mudah untuk melestarikan budaya, selain dengan mengapresiasi budaya lewat konsumsi produk.
Usai program tur, "Betawi Hari Ini" dilanjutkan dengan bincang-bincang seputar sejarah Kebaya Encim bersama antropolog Diyah Wara dan duta kebaya Intan Soekotjo, di G3, Art Space, Art:1.
Peserta kemudian diajak "mengkonsumsi" budaya Betawi lewat konser musik, salah satunya dari Lantun Orchestra.
Jazz campur Betawi
Berangkat dari gagasan fussion jazz yang berkiblat pada genre musik bossa nova, yang merupakan perpaduan samba dan jazz, Chaka meyakini bahwa jazz juga dapat diracik dengan budaya Betawi.
Lantun Orchestra menghadirkan musik jazz berbalut budaya Betawi dengan sentuhan gambang kromong. Awalnya, Lantun Orchestra membawakan ulang lagu-lagu lama seperti milik Ismail Marzuki, Bing Slamet, Benyamin Sueb, hingga akhirnya merilis album studio pada 2017 di bawah label Chaka Music Production.
"Lagu-lagu yang dialbum itu lagu-lagu cipataan saya, ada lagu "Ku Tunggu Kau di Salemba," "Pecinan," "Warung" pakai alat musik tradisional, dan dikemas dalam kemasan yang profesional layaknya musik pop," ujar Chaka.
Lantun Orchestra bahkan terpilih untuk tampil dalam Seoul Music Week 2018. Dalam ajang musik yang digelar selama tiga hari tersebut, grup musik asal Jakarta itu satu-satunya perwakilan dari Indonesia.
"Kami adalah satu-satunya grup musik Indonesia pertama dengan formasi alat musik Betawi yang berangkat ke Seoul," kata Chaka.
Lantun Orchestra dinilai merepresentasikan musik Indonesia, khususnya musik dari Ibu Kota Negara Indonesia. Grup musik dengan delapan anggota itu mendapat apresiasi yang luar biasa dari di Seoul Music Week 2018.
"Sambutannya meriah banget. Enggak ada yang pergi dari tempat, dari awal duduk sampai akhir. CD ludes, kita enggak pernah mengalami seperti itu di sini," ujar Chaka.
Lewat festival musik yang dihadiri oleh seniman dan music programmer dari seluruh dunia itu, Lantun Orchestra kemudian mendapat undangan untuk menghadiri festival musik lainnya di negara lain, salah satunya dari India.
Sayangnya, grup musik yang selalu mengenakan Kebaya Encim dan Baju Pangsi dalam penampilannya itu, harus membatalkan undangan dari India tersebut karena terkendala masalah biaya.
"Akhirnya saya coba fokus. Lantun lebih banyak bergerak di dalam negeri. Kita bikin konser, festival, supaya kita menjadi tuan rumah dulu," kata Chaka.
"Kalau kita bisa jadi tuan rumah setidaknya akan jadi lebih mudah buat masyarakat bantu kita juga, jadi enggak bergantungan dengan pemerintah," lanjut dia.
"Betawi Hari Ini" merupakan acara yang disponsori secara pribadi oleh Chaka, dan dibantu oleh swasta.
Saat ditanya apakah festival budaya tersebut akan lebih sering dibuat dia bilang "semua tergantung respons masyarakat".
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018