Deteksi gagal tumbuh pada anak

13 Agustus 2018 20:27 WIB
Deteksi gagal tumbuh pada anak
Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat kegiatan Posyandu balita di Klaten, Jawa Tengah, Rabu (18/4/2018). Sebagai upaya peningkatan investasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh akan menjadi salah satu fokus pemerintah seusai menggeber proyek infrastruktur. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)
Jakarta (ANTARA Newa) - Berat badan bayi turun atau tidak bertambah secara kasat mata tidak tampak berbeda. Kondisi ini hanya bisa diketahui dengan grafik pertumbuhan salah satunya melalui pemeriksaan di posyandu setiap bulan. 

"Menimbang harus benar. Bayi harus dibuka bajunya. Selisihnya bisa berbeda 0,5 kg dengan memakai baju. Celana dalam dan kaos dalam masih boleh dipakai, terutama pada anak yang sudah agak besar," ujar spesialis spesialis nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Dr. dr. Damayanti R. Sjarif Sp. A(K). di Jakarta, Senin. 

Untuk mengukur tinggi badan pada anak kurang dari 2 tahun dilakukan dengan berbaring. Kepala anak harus menyentuh batas alat, kaki harus lurus benar, agar pengukurannya tepat. Pada anak di atas dua tahun, dilakukan sambil berdiri. 

Berat badan dan tinggi badan anak selanjutnya diplot, dimasukkan ke grafik pertumbuhan. Bila ditemukan melenceng atau berada di bawah grafik, harus segera dirujuk ke dokter. 

"Jangan tunggu sampai makin melenceng. Selain mengukur BB dan TB, lingkar kepala anak juga harus terus dipantau, " kata Damayanti.


Makanan pemulihan

Salah satu penyebab gagal tumbuh adalah pemberian MPASI tidak tepat waktu atau tidak cukup. Pada anak di usia ASI eksklusif, pertama kali perlu dievaluasi cara ibu memberi ASI. 

“Perbaiki posisi menyusui dan perlekatan payudara, lihat selama dua minggu. Bila BB berhasil naik, ASI tinggal dilanjutkan. Bila BB tetap atau turun, ASI tetap dilanjutkan, dengan ditambah asupan lain," tutur Damayanti. 

Bila usia anak kurang dari 4 bulan, belum boleh mendapat makanan. Piliihannya adalah donor ASI yang aman, atau susu formula dengan standar CODEX, sambung dia. 

Pada anak >4 bulan, harus dilihat kondisinya, apakah sudah menunjukkan tanda-tanda siap makan. Yakni kepala sudah tegak, lidah tidak menjulur-julur lagi. Bila kepala belum tegak, belum bisa diberi makanan padat karena bisa tersedak.

Lantas, makanan apa yang harus diberikan untuk pemulihan? 

Prinsipnya, harus melengkapi zat gizi yang tidak cukup dari ASI. Komposisinya mengacu pada ASI, dan kualitasnya sebaik ASI. Ini tidak bisa dicukupi hanya dengan tepung beras, bubur kacang hijau,atau puree sayur dan buah.

Komposisi ASI terdiri dari 55% lemak, 30% karbohidrat, dan >5% protein.Ketiga zat gizi ini yang merupakan makronutrisi; lemak, karbohidrat dan protein adalah building block untuk pembentukan otak dan pertumbuhan tinggi badan. 

Makanan pemulihan harus mengandung protein hewani dan energy yang cukup,  Sumber protein hewani terbaik yakni whey protein, telur, susu, ikan, ayam, dan terakhir daging merah. 

"Bila tidak memungkinkan MPASI rumahan, WHO memperbolehkan MPASI yang sesuai dengan Codex. Produk dengan ijin edar BPOM pasti sudah mengikuti Codex, papar Dr. dr. Damayanti. 

Codex adalah aturan produk makanan yang sesuai dengan ketentuan WHO dan FAO.

Baca juga: Peran keluarga lebih penting dibanding orang tua dalam tumbuh kembang anak


Baca juga: Anak ogah makan? Begini saran psikolog
 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018