Resep menjadi juara ala Ranomi Kromowidjojo

15 Agustus 2018 06:41 WIB
Resep menjadi juara ala Ranomi Kromowidjojo
Atlet renang berdarah Belanda-Jawa Ranomi Kromowidjojo menjadi pembicara di acara Konferensi Pemuda Diaspora 2018 di Jakarta, Selasa (14/8) (Aditya E.S. Wicaksono)

"Aku sangat lah senang karena impianku menjadi kenyataan dan aku kira waktu itu aku adalah gadis paling bahagia di dunia,"

Di masa kecilnya, Ranomi Kromowidjojo, lebih dulu mahir berenang daripada menghitung satu sampai sepuluh.

Neneknya lah yang pertama kali mengenalkan kolam renang kepada perempuan berdarah campuran Belanda dan Jawa kelahiran 20 Agustus 1990 itu ketika berlibur di Spanyol.

Pikir bocah berusia tiga tahun waktu itu jika sudah memakai baju renang, dia pasti bisa berenang.

Ranomi kecil berdiri di pinggir kolam lalu melompat lah dia ke air membuat orang tuanya ketakutan setengah mati.

Karena  hampir tenggelam Ranomi sempat dilarang oleh ibunya untuk berenang.

"Tapi itu adalah momen ketika orang tuaku berpikir jika aku harus ikut les renang. Anaknya butuh belajar berenang karena dia suka dengan air," ingat Ranomi  ketika hadir sebagai pembicara di Konferensi Pemuda Diaspora 2018 di Jakarta, Selasa.

Di usia empat tahun, Ranomi pun ikut les renang untuk pertama kalinya.

"Waktu itu aku bahkan tidak tahu perbedaan mana kiri dan mana kanan, tapi aku bisa berenang, dan aku sangat-sangat menikmatinya," ingat Ranomi .

Kini di usianya yang akan menginjak 28 tahun beberapa hari lagi, nama Ranomi Kromowidjojo telah dikenal dunia sebagai juara dunia renang, dan peraih tiga kali medali emas olimpiade.

Di depan para peserta konferensi, Ranomi membagi kisahnya dan rahasia bagaimana dia bisa meraih mimpinya sebagai salah satu perenang terbaik sepanjang masa.

Talenta seorang bintang
 
Atlet renang berdarah Belanda-Jawa Ranomi Kromowidjojo (tengah) berpose bersama pendiri Foreign Policy Community Indonesia Dino Patti Djalal (kiri) dan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol dalam acara Konferensi Pemuda Diaspora 2018 di Jakarta, Selasa (14/8). (Antaranews/Aditya E.S. Wicaksono)


Di usia 8 tahun, Ranomi bergabung ke klub renang yang lebih besar dan mengikuti kompetisi renang untuk pertama kalinya.

"Aku bertanding melawan anak-anak lainnya dan aku senang menjadi yang lebih cepat," kata Ranomi.
Kemudian dia berlatih lebih giat lagi tapi tak pernah berkeinginan untuk menjadi atlet profesional ataupun juara olimpiade karena hal tersebut membutuhkan banyak latihan dan tak bisa bersenang-senang.

"Aku hanya ingin bersenang-senang waktu itu. Jadi aku teruskan berlatih dan memenangi kompetisi."

Di usia 15-16 Ranomi sadar jika dia memiliki talenta lebih daripada rata-rata anak seusianya setelah dia meraih medali di kejuaraan renang junior Eropa.

Ranomi melakukan debut internasional pertamanya di kejuaraan Eropa di Budapest, Hungaria, tahun 2006, di mana dia dan tim menjadi yang terbaik kedua dan meraih medali senior internasional di nomor 4x100 m relay gaya bebas.

Dari sana lah, Ranomi muda berpikir serius tentang renang.

"Apa yang terjadi jika aku fokus di renang? Seberapa jauh aku bisa raih? Mampukah aku menjadi juara eropa di ajang individu, atau mampukah aku menjadi juara dunia? Kemudian aku bermimpi lebih besar lagi," kata Ranomi.

Sepulangnya dari kejuaraan Eropa 2006 itu, Ranomi bersama pelatihnya membidik Olimpiade Beijing 2008, walaupun tak sedikit pihak yang meragukan ambisi mereka.

Ranomi berada di atas angin setelah meraih medali perak di kejuaraan dunia Melbourne 2007 di nomor 4x100m relay  gaya bebas dan medali emas dengan memecahkan rekor dunia di nomor yang sama pada kejuaraan Eropa 2008.

Di Olimpiade Beijing 2008, beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-18, Ranomi menjadi juara olimpiade dengan medali emas di nomor 4x100m gaya bebas, sekali lagi bersama timnya, Inge Dekker, Femke Heemskerk and Marleen Veldhuis.

Kejutan kembali dibuat oleh Ranomi dan tim ketika menjadi juara di kejuaraan dunia 2009 di Roma, Italia.

"Jadi waktu itu kami adalah juara Eropa, juara olimpiade, dan juara dunia dan orang-orang memanggil kami the Golden Girls," kata Ranomi.

Atlet juga manusia

Selama sembilan hari, Ranomi pernah dirumahsakitkan karena didiagnosa terkena virus meningitis sehingga dia tak bisa berjuang bersama timnya di kejuaraan Eropa 2010.

Tapi di tahun yang sama, Ranomi melakukan "come back" setelah sakit dengan memenangi emas pertama di nomor individu 50 meter dan 100 meter gaya bebas di kejuaraan dunia di Dubai.

"Aku kembali di jalur menuju olimpiade, dan itu memberiku kepercayaan diri yang tinggi," kata Ranomi.

Sampai di Olimpiade London 2012, Ranomi dan tim sebagai juara bertahan memasang target tiga medali emas di 4x100 m, 100 m, dan 50 m.

Namun di nomor 4x100 m, Ranomi dan tak mampu mempertahankan gelar juaranya dan harus berpuas diri dengan medali perak.

Rasa kecewa pun tak terelakkan karena mereka kehilangan medali emas.

"Lalu aku berpikir, ini bukan lah pola pikir yang bagus. Berpikir positif. Fokus ke apa yang akan datang, ini bukan lah akhir. Perak juga bagus. Kami masih punya perlombaan besok. Kami harus fokus," kata Ranomi.
 
Perenang Belanda Ranomi Kromowidjojo usai menjuarai nomor bergengsi 100m gaya bebas putri pada Olimpiade London 2012 (Reuters)


Berbekal fokus dan pikiran positif, Ranomi akhirnya berhasil merebut emas di nomor 100 m hari itu dan 50 m gaya bebas di hari yang lain di London.

"Aku sangat lah senang karena impianku menjadi kenyataan dan aku kira waktu itu aku adalah gadis paling bahagia di dunia," kata Ranomi.

Salah satu pesan yang paling diingat Ranomi dari salah satu mentornya adalah jika kita tak bisa mengendalikan apa yang terjadi di kehidupan, tapi kita bisa mengendalikan diri kita untuk  merespon hal tersebut.

"Semuanya adalah tentang bagaimana mengalahkan krisis, luka ataupun kekalahan. Sejak saat itu, saya hanya mulai fokus di hal-hal yang baik dan berpikir positif," kata Ranomi.

Walaupun tak mampu mengulangi prestasi baik di Olimpiade Rio de Jainero 2016, Ranomi tak patah arang.

"Aku terus bertarung karena aku yakin aku mampu melakukan lebih dari apa yang aku raih di Rio," kata Ranomi.

Setelah Rio, sejumlah medali pun dia sabet di kejuaraan dunia 2017 dan memecahkan rekor dunia 4x50 relay gaya bebas.

Semuanya berawal dari mimpi. Apa mimpimu? Apa yang kamu kagumi, yang membuat kamu senang. Lalu bermimpilah lebih besar.

"Ketika kamu tahu mimpimu dan tujuan dari takdirmu, buatlah tim karena kamu tak akan mampu meraihnya sendiri."

"Cari lah orang-orang yang membantumu, yang percaya kepadamu, yang mendukungmu. Kemudian buat lah rencana, jika tidak, maka tak akan terjadi apa-apa," kata Ranomi.

Jika sudah, mulai lah membangun dan berlatih setiap hari.

"Bukan masalah harus berenang lebih cepat setiap harinya, tapi bagaimana menjadi orang yang lebih baik setiap harinya," kata dia.

Ibarat langkah bayi, jika kita berbuat baik kepada satu orang setiap harinya, maka pada akhirnya kamu akan seribu langkah lebih baik daripada dirimu yang dulu.

"Dan aku pikir itu lah rahasiaku," pungkas Ranomi.

Baca juga: Ranomi Kromowidjojo akhirnya rebut emas
   

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2018