• Beranda
  • Berita
  • KPK panggil Idrus Marham sebagai saksi untuk kasus PLTU

KPK panggil Idrus Marham sebagai saksi untuk kasus PLTU

15 Agustus 2018 09:39 WIB
KPK panggil Idrus Marham sebagai saksi untuk kasus PLTU
Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/5/2018). Idrus Marham menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang berasal dari APBN-P tahun anggaran 2016. (ANTARA/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Menteri Sosial Idrus Marham pada Rabu sebagai saksi untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih (EMS).

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EMS," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Idrus sudah diperiksa pada Kamis (26/7) dan mengaku dicecar sekitar 20 pertanyaan oleh penyidik KPK.

"Semuanya sudah saya jelaskan, seperti apa yang ditanyakan oleh penyidik. Sesuai apa yang saya ketahui terkait dengan tersangka baik saudara Eni Saragih maupun saudara Johannes Kotjo. Semua sudah saya jelaskan kepada penyidik, ini adalah yang saya ketahui dan didengar oleh penyidik," ucap Idrus saat itu.

Saat dikonfirmasi apakah dirinya juga pernah melakukan pertemuan dengan dua tersangka itu membahas PLTU Riau-1, Idrus enggan menjelaskannya lebih lanjut.

"Semua sudah saya jelasin semua. Saya kira semua materi-materinya sesuai pertanyaannya, semua sudah saya jelaskan secara rinci," kata Idrus.

Idrus juga pernah diperiksa KPK pada Kamis (19/7) dalam kasus yang sama dan mengaku mengenal kedua tersangka itu.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018