"Bayangkan satu hari Ketua KPK mendampingi pernyataan komitmen dan integritas Kepala Daerah, besoknya OTT KPK," kata Tjahjo di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Hal tersebut dikatakannya saat konferensi pers bersama Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro, dan Ketua KPK Agus Rahardjo untuk mensinergikan terkait Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi.
Ia pun kembali mencontohkan soal OTT yang dilakukan KPK terhadap Kepala Daerah setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
"Seluruh Gubernur, Bupati, Wali Kota jam 15.00 sampai 17.15 dikumpulkan oleh Bapak Presiden di Istana masalah memahami area rawan korupsi, perencanaan anggaran, dana hibah bansos, mekanisme jual beli barang dan jasa, berkaitan dengan perjalanan dinas, mutasi PNS, dan perizinan. Selesai jam 17.15, Kepala Daerah di OTT KPK di dekat Istana," ucap Tjahjo.
Ia pun mengungkapkan modus praktik korupsi yang ditangani di internal Kemendagri pada 2016 sampai 2017 meningkat.
"Penggelapan 514 kasus, penyalahgunaan wewenang 514 kasus juga, "mark up" 339 kasus, proyek fiktif 61 kasus, penyalahgunaan anggaran 229 kasus, laporan fiktif 139 kasus, suap dan gratifikasi 68 kasus ini 2016-2017," tuturnya.
Pihaknya pun telah memberikan sanksi mulai dari eselon I sampai eselon IV yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut,
"Sanksinya diturunkan pangkat, diberhentikan dengan tidak hormat, ada yang kami pecat, ada yang kami suruh mengganti yang dia pakai anggarannya itu," ungkap Tjahjo.
Ia pun juga mengungkapkan terdapat modus Surat Keputusan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dijual Rp10 juta per kabupaten.
"Saya sudah 3 tahun 10 bulan menjadi Mendagri, saya menandatangani satu SK SKPD saya teken 514 kabupaten/kota baru tahu dua hari yang lalu bahwa teken saya itu per kabupaten dijual 10 juta rupiah, tiga tahun tidak tahu saya kejar sudah pensiun orangnya. Itu contoh kecil," kata dia.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018