Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami, dalam siaran persnya, Kamis, mengungkapkan 102.976 narapidana ini dianugerahi Remisi Umum (RU) atau pengurangan masa pidana sebanyak 1-6 bulan dan 2.200 di antaranya langsung menghirup udara bebas.
Remisi diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif, khususnya mereka yang berkelakuan baik dan aktif mengikuti pembinaan, kata Utami.
Dia mengatakan bahwa remisi selayaknya menjadi "hope", harapan bagi narapidana sehingga mereka menyadari akan pentingnya menegakkan integritas selama menjalani pidana, sebaliknya jika melakukan pelanggaran, sanksi tegas akan ditegakkan.
Utami menjelaskan dari 102.976 narapidana yang dapat remisi umum 2018, sebanyak 2.200 langsung bebas, sedangkan 100.776 narapidana yang lainnya masih harus menjalani sisa pidananya.
Menurut Utami, remisi bukan sekedar pemberian hadiah, namun momentum untuk mengembalikan marwah Pemasyarakatan dimana dibutuhkan bukan hanya peran strategis dan integritas narapidana dan petugas pemasyarakan, tetapi juga masyarakat bahwa menegakkan aturan adalah wajib, sejalan dengan semangat nawacita yang bernafas revolusi mental.
Revitalisasi Pemasyarakatan menempatkan penilaian perubahan perilaku menjadi indikator utama dalam proses Pemasyarakatan, dimana tujuan utamanya adalah terciptanya pemulihan hidup dengan masyarakat dan menurunnya angka resedivis, jelas Utami.
Remisi umum tahun ini juga telah menghemat anggaran biaya makan narapidana sebesar 118 miliar, yakni biaya makan per-orang per-hari sebesar rata-rata 14.700 dikalikan dengan 8.091.870 hari tinggal yang dihemat karena remisi.
Dari 100.776 narapidana yang menerima remisi umum I 25.084 orang menerima remisi satu bulan, 22.739 orang menerima remisi dua bulan, 29.451 orang menerima remisi tiga bulan, 14.170 orang menerima remisi empat bulan, penerima remisi lima bulan berjumlah 7.691, dan 1.641 orang menerima remisi enam bulan.
Sementara itu 2.200 narapidana yang menerima remisi umum Il langsung bebas.
Hingga saat ini jumlah Warga Binaan Pemasyarakaan (WBP) yang menghuni 522 lapas, rutan, dan LPKA se-Indonesia berjumlah 250.181 terdiri dari 176.410 narapidana dan73.771 tahanan, sedangkan daya tampung yang tersedia hanya untuk 120.818 orang.
"Pemberian remisi ini diharapkan dapat mengurangi daya tampung karena para WBP akan lebih cepat bebas dengan pengurangan masa pidana sekaligus menghemat anggaran negara," ucap Utami.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Harun Sulianto mengatakan syarat untuk mendapatkan remisi, yakni narapidana sudah menjalani pidana paling sedikit enam bulan, berkelakuan baik, serta aktif mengikuti program pembinaan di dalam lapas dan Rrutan.
"Pemberian remisi ini untuk memotivasi agar narapidana memperbaiki diri, menyadari kesalahannya, tidak mengulangi tindak pidana . Selain itu, pemberian remisi juga sebagai wujud negara hadir untuk memberikan penghargaan bagi narapidana atas pencapaian dari perubahan perilaku yang positif itu," tambah Harun.
Dari 33 Kantor Wilayah Kemenkumham, provinsi terbanyak penerima remisi adalah Jawa Barat sebanyak 11.631 narapidana, disusul Sumatera Utara sebanyak 11.233 narapidana, dan Jawa Timur sebanyak 9.052 narapidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menerangkan remisi merupakan salah satu sarana hukum yang sangat penting dalam wujudkan tujuan Sistem Pemasyarakatan, yakni sebagai stimulus bagi narapidana untuk senantiasa menjaga perilaku dan berubah menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.
Remisi diberikan sebagai wujud apresiasi terhadap pencapaian perbaikan diri yang tercermin dalam sikap dan prilaku sehari-hari narapidana. Jika mereka tidak berprilaku baik, maka hak remisi tidak akan diberikan, ujar Yasonna.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018