Manado, (ANTARA News) - Usai bertukar informasi dengan siswa berprestasi dan kepala sekolah di SMA Negeri 9 Manado, Sulawesi Utara, 25 peserta kegiatan Siswa Mengenal Nusantara dari Provinsi Nusa Tenggara Timur diajak ke salah satu lapangan olahraga, Senin (13/8).Manfaat bagi siswa yang mengikuti program SMN agar ke depan bisa tertanam jiwa nasionalis, lebih cinta tanah air, sehingga mereka bisa mempertahankan keutuhan NKRI,
Saat itu, baru pukul 10.00 Wita. Sengatan terik matahari tidak biasanya. Siswa-siswa dari gugusan Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, dan sekitarnya yang mengikuti kegiatan dalam program "BUMN Hadir Untuk Negeri" itu menuju tengah lapangan dan membentuk formasi lingkaran. Tiga siswa berada di tengah mengenakan kain tenun khas yang dililitkan di leher.
Mereka akan menari "Tebe Kancing", salah satu tarian sarat kebersamaan. Diiringi lagu, siswa mulai berputar ke kanan dan kiri, depan belakang sambil menggoyangkan kaki.
Tak lama berselang, siswa-siswi dari SMAN 9 lari berhamburan ke tengah lapangan. Mereka menyatu dan membentuk lingkaran yang lebih besar lagi.
Satu lingkaran di tengah, tak kalah serunya. Kepala sekolah Drs Meydi Tungkagi MSi diajak menirukan tarian yang banyak dilakukan masyarakat Kabupaten Malaka dan Belu itu.
Siswa dan guru dari dua daerah berbeda budaya itu larut dalam tarian kebersamaan. Seakan tanpa sekat perbedaan suku, agama, budaya, mereka berbaur penuh keakraban.
"Kenapa program ini hadir karena mengacu dari sejarah, kita punya Bhineka Tunggal Ika yang pertama kali dicetuskan, ditulis Empu Tantular dalam Kitab Sutasoma," kata Manajer Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Sulutenggo Mohammad Soffin Hadi.
Empu Tantular, kata dia, sudah mempunyai pemikiran keberagaman yang sejatinya konsep itu sudah ada dari zaman dahulu sampai sekarang.
Indonesia dianugerahi banyak pulau, suku, dan provinsi, sedangkan peserta kegiatan Siswa Mengenal Nusantara diajak mengenal keberagaman Indonesia.
Sulawesi Utara mengirimkan 23 siswa Sulut untuk mengenal keberagaman di Nusa Tenggara Timur.
Program BHUN-SMN mengajak siswa mengenal bagaimana kekayaan alam Indonesia. Siswa-siswa yang mengikuti program ini akan memperoleh manfaat positif. Mereka tidak sekadar jalan-jalan tetapi mengambil pengalaman sebesar-besarnya atas kegiatan itu.
"Berilah nilai positif, nilai keberagaman di tengah Indonesia. Kita ditakdirkan, dilahirkan berbeda-beda tapi jangan diperbesar perbedaan itu. Mari kita menghormati perbedaan, saling membangun, dan saling mengasihi," ajaknya.
Alviana Tupa, satu dari tiga siswa difabel asal Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mengikuti BHUN-SMN itu, mengatakan program tersebut menjadi jembatan untuk memperkenalkan Bumi Pertiwi kepada siswa.
"Indonesia mempunyai kekayaan alam maupun budaya yang tergambar dari setiap daerah," kata dia.
Ia optimistis dengan makin sering potensi-potensi yang dimiliki bangsa diperkenalkan akan menumbuhkan kesadaran siswa memelihara dan melestarikannya.
Tari "Tebe Kancing" yang membawa pesan kebersamaan, misalkan, menunjukkan identitas budaya yang berasal dari NTT, sementara di Sulawesi Utara memiliki "Tarian Kabasaran".
"Program BHUN-SMN membawa siswa untuk menggali lebih dalam lagi apa keunikan-keunikan suku, budaya, bahasa, kuliner atau tari-tarian ketika kami berada di sini. Ini pasti akan memperkaya pengetahuan dan wawasan kita mengenal nusantara," ujarnya.
Lain halnya dengan Benediktus. Dia ingin mempelajari kuliner khas provinsi berpenduduk lebih dari 2,5 juta jiwa itu.
"Kulinernya enak, ada pedas-pedasnya. Selama berada di sini, beberapa makanan khas sudah saya cicipi seperti bubur manado, sambal roa dan sebagainya," ujarnya.
Corry M Sau mempunyai tanggapan lain. Keikutsertaan dalam program BHUN-SMN meningkatkan rasa percaya diri sesama difabel karena terus berada dalam komunitas orang normal.
"Seakan tanpa sekat, kami berbaur, bernyanyi dan menari bersama, saling menerima keadaaan orang lain. Rasa percaya diri kami muncul," ujarnya.
Kompi Kaveleri
Saat berada di provinsi itu, para siswa diajak mengunjungi Kompi Kaveleri 10/Manguni Setia Cakti, Wori, Kabupaten Minahasa Utara. Di tempat itu, mereka diperkenalkan dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) jenis senapan, pistol, maupun panser.
"Manfaat bagi siswa yang mengikuti program SMN agar ke depan bisa tertanam jiwa nasionalis, lebih cinta tanah air, sehingga mereka bisa mempertahankan keutuhan NKRI," kata Bintara Urusan Intelegen Kikav 10 MSC Sertu Marjun.
Khusus alutsista kendaraan lapis baja yang dioperasikan kompi kaveleri, diperkenalkan jenis Anoa Recovery, Tarantula, Saladin, Saracen, dan kendaraan intal jenis Ferret.
"Masing-masing memiliki peran tersendiri, misalkan Anoa memiliki fungsi membantu kendaraan lapis baja yang mengalami kerusakan, sementara Saracen dan Saladin digunakan sebagai alat angkut personel," ujarnya.
Dia berharap, makin banyak wawasan dan pengetahuan yang dimiliki peserta program itu akan memunculkan semangat kejuangan dalam diri siswa sebagai generasi bangsa di kemudian hari.
"Kami kasih tahu apa yang menjadi tugas pokok tentara, siapa tahu ke depan ada di antara mereka yang mau jadi tentara," ujarnya.
Marjun kemudian memperkenalkan panser jenis Anoa diproduksi PT Pindad, hasil adaptasi kendaraan lapis baja buatan negara asing. Dari situ diharapkan muncul wawasan kebangsaan dan cinta tanah air.
Deputi Manajer Hukum dan Humas PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Suluttenggo Jantje Rau mengharapkan wawasan dan pengetahuan yang mereka peroleh melalui kegiatan itu akan menumbuhkan kesadaran generasi muda dalam merawat Indonesia.
"Dari kunjungan ini mereka tahu tentang peralatan tempur yang dimiliki TNI-AD. Kendaraan-kendaraan tempur ini dalam rangka menjaga kedaulatan negara kita," ujarnya.
Pangdam XIII/Merdeka Mayjen Tiopan Aritonang melalui Pabandya Wanmil Sterdam XIII Merdeka Letkol Inf Hendrik Darenoh berharap, peserta program SMN dapat menjadi kader bela negara.
Pembinaan generasi muda bangsa Indonesia yang berkepribadian, berakhlak mulia, disiplin, cinta tanah air dan menyadari sepenuhnya Bhineka Tunggal Ika terus berlangsung secara konsisten dan beroleh dukungan penuh masyarakat.
Hal ini penting untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang mandiri, kuat, dan bermartabat.
"Pelatihan ini mudah-mudahan dapat dibagi dengan teman-teman sekolah maupun di tempat tinggal masing-masing. Jadilah agen perubahan," ajaknya.*
Baca juga: Akhirnya aku mengenal Ibu Fatmawati
Baca juga: Menyemai benih nasionalisme lewat siswa mengenal nusantara
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018