"Saya mengkhawatirkan masih adanya kasus stanting di sejumlah daerah di Indonesia," kata Bambang Soesatyo melalui pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (23/8).
Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet mengatakan hal itu menanggapi kasus stanting yang terjadi di Provinsi Nusa Tengara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat yang melampaui angka 40 persen, serta di Kota Cimahi, Jawa Barat, tercatat ada sebanyak 7.965 anak megalami stanting.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), di Indonesia tercatat ada sekitar 7,8 juta balita dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Dari jumlah 7,8 juta balita tersebut, sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek.
Bamsoet meminta Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda), untuk bersinergi memaksimalkan pelaksanaan program penanganan stunting sebagai upaya penanggulangan masalah kurang gizi di Indonesia.
Dalam pandangan Bamsoet, pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki perhatian besar terhadap persoalan stunting, dan bahkan Presiden telah memimpin langsung Gerakan Nasional Pencegahan Stunting.
Politisi Partai Golkar tersebut berharap kementerian dan lembaga (K/L) yang terkait dengan giri buruk dapat menggenjot upaya pencegahan stunting. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kata dia, agar menggerakkan Pemda untuk mendorong masyarakat di pedesaan memanfaatkan dana desa guna mendirikan Posyandu, membangun fasilitas kesehatan maupun sanitasi yang layak.
Kemenkes, kata dia, agar terus melakukan edukasi dan kampanye tentang manfaat air susi ibu (ASI) eksklusif bagi bayi, sebab ASI eksklusif memiliki kontribusi penting bagi pertumbuhan dan daya tahan anak. "Sekaligus mensosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menjalankan pola hidup sehat agar terhindar dari segala macam penyakit," kata Bamsoet.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018