Juara sejati itu bernama Ginting

23 Agustus 2018 19:29 WIB
Juara sejati itu bernama Ginting
(ANTARA FOTO/ INASGOC/Jessica Margaretha)

Ginting telah memberi pelajaran bahwa olahraga bukanlah sekedar monolog gagap di seputar pengelolaan jasmani atau kalah-menang suatu pertandingan, tapi olahraga diyakini sebagai sebuah bidang dengan pancaran aneka spektrum kehidupan yang luas.

Jakarta (ANTARA News) - Ginting. Lengkapnya Anthony Sinisuka Ginting. Nama yang mungkin akan menjadi salah satu yang paling diingat dalam peristiwa Asian Games 2018.


Bukan karena kalungan medali emas di leher nya. Bukan karena catatan pemecahan rekor spektakuler yang dibuatnya. Ginting menjadi ornamen terindah pada prasasti Asian Games karena keelokan dan keteguhan mentalnya.

Ginting, Rabu (22/8) malam di hari raya Qurban, memang telah memikat seisi Istora Senayan dan mungkin jutaan pemirsa televisi yang menyimak pertandingan final bulutangkis beregu Asian Games 2018 antara Indonesia dan China.

Semangat pantang menyerah Anthony Ginting memang terlihat jelas pada laga tersebut. Bahkan, berkat kegigihannya, meskipun harus menyerah dan kalah, Ginting mendapat apresiasi dari masyarakat Indonesia dan menjadi trending topik di media sosial.

Tampil sebagai tunggal pertama, Ginting memasuki arena dengan penuh percaya diri walau yang dihadapinya jagoan dari China yang berperingkat dua di dunia, Shi Yuqi.

Set pertama Ginting lahap dan menang relatif mudah. Set kedua, nyaris menang tapi konsentrasi Ginting yang buyar membuat set ini lepas ke tangan Yuqi melalui pertarungan yang ketat.

Di set ketiga drama itu terjadi. Ginting yang pincang terus melawan rasa sakit di kakinya. Putra Batak kelahiran Cimahi ini berjuang untuk memenangi pertandingan. Ia bukan hanya menepis rasa sakit, tapi ia tak memperdulikan kemungkinan cedera. Ia hanya memikirkan bagaimana bisa memberikan sumbangsih poin bagi regunya.

Namun nasib tak berkompromi dengan tekad Ginting. Perjuangan anak Medan ini harus terhenti di beberapa jengkal menuju akhir pertandingan. Ginting kalah. Tim bulutangkis Indonesia takluk. Indonesia Raya pun malam itu tak jadi berkumandang di Istora. Peringkat Indonesia di tabel medali tak terangkat.
 
Pebulu tangkis tunggal putra Indone(ANTARA FOTO/ INASGOC/Jessica Margaretha)


Malam itu Ginting memang gagal menjadi pemenang jika indikatornya kalungan medali emas di leher. Namun Ginting telah menjadi pemenang di hati banyak orang, terutama yang masih memberi ruang pada nilai-nilai luhur dalam olahraga.

Ginting telah memberi pelajaran bahwa olahraga bukanlah sekedar monolog gagap di seputar pengelolaan jasmani atau kalah-menang suatu pertandingan, tapi ia diyakini sebagai sebuah bidang dengan pancaran aneka spektrum kehidupan yang luas. Dalam pesta olahraga seperti Asian Games 2018 banyak inspirasi bisa digali, bukan hanya untuk para atlet dan pelaku olahraga, tapi untuk manusia pada umumnya. Salah satu inspirasi itu dari jiwa heroik Ginting.

Olahraga dengan hingar bingar pestanya seperti Asian Games memang memiliki perspektif yang jauh lebih luas. Jika kata ini memang dipakai sebagai terjemahan kata sport, makna olahraga sudah lebih luas dari sekedar urusan jasmani karena dalam kata sport sudah terkandung ajaran moral berbentuk sportivitas, disiplin, ketekunan dan lain-lain. Ajektiva sportive (dalam bahasa Indonesia menjadi sportif) misalnya kerap ditujukan pada seseorang yang bisa menerima kekalahan dengan hati bersih dan berniat menang tanpa menjegal, lepas dari orang ini berada di arena olahraga, politik, atau di arena dagang.

"Belajar lah dari sport" kata Albert Camus, tokoh eksistensialis pemenang nobel kesusatraan tahun 1957 tentang penerapan pondasi dasar-dasar pendidikan moral. Karena dalam sport terkandung makna sportivitas sebagai cara mengupayakan kemenangan melalui cara-cara yang agung sekaligus pengakuan akan kelebihan lawan ketika kita mengalami kekalahan.

Sekali lagi, makna olahraga dan Asian Games 2018 terlalu berharga jika hanya dilihat dari perspektif sempit sebagai pembangunan ragawi yang ujung-ujungnya hanya untuk membugarkan jasmani atau untuk mengeruk keuntungan ekonomi, di luar dimensi pembangunan rohani yang telah menjadi wilayah seni, spiritual, dan agama. Padahal agama, sebagai sumber pembangunan rohani, juga menganjurkan kita rutin berolahraga.

Maka, belajar lah dari olahraga. Belajarlah dari Asian Games. Belajarlah dari Anthoni Sinisuka Ginting, sang juara sejati yang telah menginspirasi.
 
Pebulu tangkis tunggal putra Cina Shi Yuqi (kanan) menghampiri pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting (kiri) yang mengalami cedera saat set ketiga pada babak final beregu putra Asian Games 2018 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (22/8/2018). (ANTARA FOTO/ INASGOC/Jessica Margaretha)

Pewarta: Dadan Ramdani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018