Tangerang Selatan, (ANTARA News) - Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengembangkan inovasi berupa pengobatan "jarak jauh" (telemedicine) ditujukan untuk daerah-daerah terpencil, perbatasan, atau kepulauan yang sulit dijangkau dokter spesialis.kalau inovasi ini dapat diterapkan akan banyak biaya yang dapat dihemat mulai dari transportasi pasien atau dokter, sampai data untuk mengantipasi penyakit yang sering menjangkiti suatu daerah,
"Berkerja sama dengan puskesmas inovasi ini akan membantu mendiagnosa penyakit pasien, termasuk tindakan apa yang dibutuhkan, tanpa dokter spesialis harus datang ke puskesmas tersebut," kata Kepala BPPT, Unggul Priyanto di Puspiptek Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Selasa.
Unggul mengatakan, sebagai tahap awal BPPT akan berkerja sama dengan Pemkot Tangerang Selatan untuk penerapan inovasi ini di sejumlah puskesmas (11 puskesmas), kalau dinilai berhasil akan dilanjutkan di wilayah yang memang membutuhkan (daerah terpencil, perbatasan, kepulauan).
"Kami uji coba dulu untuk melihat apa saja keunggulan-keunggulannya termasuk kekurangan-kekurangannya, sebelum diterapkan secara luas," jelas Unggul.
Unggul berkeyakinan inovasi ini nantinya akan mampu menjembatani daerah-daerah yang memang kekurangan tenaga medis spesialis atau Puskesmas-Puskesmas terpencil yang dokternya terbatas.
"Kalau dari uji coba ini ternyata berhasil maka kami segera menjalin kerja sama dengan industri untuk pengadaan peralatannya termasuk dengan pemerintah daerah beserta warganya sebagai pengguna nantinya," ujar Unggul.
Unggul juga menyampaikan inovasi ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Kominfo untuk memeratakan penyebaran layanan internet ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke pelosok-pelosok daerah.
Unggul mengakui untuk menerapkan inovasi ini memang membutuhkan usaha dan upaya termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memberikan dukungan maupun sertifikasi peralatan nantinya, minimal butuh satu tahun agar bisa diterapkan secara luas.
"Tetapi kalau inovasi ini dapat diterapkan akan banyak biaya yang dapat dihemat mulai dari transportasi pasien atau dokter, sampai data untuk mengantipasi penyakit yang sering menjangkiti suatu daerah," ujarnya.
Menurut Group Leader Telemedicine BPPT, Yaya Suryana, teknologi ini dapat dihubungkan dengan peralatan kedokteran secara digital mulai dari stetoskop, alat monitor tekanan darah, gula darah, kadar oksigen, bahkan rekam jantung (EKG).
"Dengan demikian dokter dapat langsung mendiagnosa penyakit yang dialami pasien tanpa harus saling bertatap muka. Meskipun demikian tetap harus ada operator yang mengoperasikan alat tersebut," jelas Yaya.
Yaya mengatakan, dengan menggunakan KTP elektronik alat ini juga dapat mendeteksi data diri pasien untuk kemudian tinggal mengkombinasikan dengan peralatan medis yang akan dipergunakan sesuai dengan keluhan penyakit yang diderita.
Alat ini, kata Yaya, juga akan memudahkan pasien mendapatkan rujukan tanpa harus pindah-pindah dari rumah sakit umum daerah kota/ kabupaten, rumah sakit regional/ provinsi, atau bahkan rumah sakit nasional.
Yaya mengatakan saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyusun pedoman mengenai Telemedicine diharapkan peraturan mengenai hal ini dapat diterbitkan di tahun 2019 sehingga inovasi ini dapat segera diterapkan di daerah-daerah yang membutuhkan.
"Saya ikut terlibat dalam pembuatan Pedoman tersebut, ada beberapa hal krusial terkait tanggung jawab, penarifan, serta jangka waktu. Namun yang jelas dokter dapat langsung memonitor kondisi pasien melalui komputer maupun ponsel pintar," ujar Yaya.*
Baca juga: Teknologi BPPT sukses turunkan hujan di Sumsel
Baca juga: Habibie ingin BPPT masuk dalam kabinet
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018