Pemerintah perluas penerapan biodiesel B20

31 Agustus 2018 19:28 WIB
Pemerintah perluas penerapan biodiesel B20
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam acara peluncuran perluasan B20 di Jakarta, Jumat (31/8/2018). (ANTARA/Calvin Basuki)

Kebijakan ini menjadi bagian dari kebijakan untuk mendorong ekspor dan memperlambat impor

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memperluas penerapan kewajiban pencampuran biodiesel B20 mulai 1 September 2018 dalam rangka mengurangi defisit dan impor bahan bakar minyak serta menghemat devisa.

"Kebijakan ini menjadi bagian dari kebijakan untuk mendorong ekspor dan memperlambat impor," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam acara Peluncuran Perluasan Mandatori B20, di Jakarta, Jumat.

Mantan gubernur Bank Indonesia tersebut mengatakan kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka menyehatkan neraca pembayaran sehingga tidak terlalu lama bisa menghilangkan defisit neraca perdagangan dan selanjutnya mengurangi defisit transaksi berjalan.

Kewajiban pencampuran bahan bakar solar dengan B20 telah dimulai tahun 2016, namun penerapannya belum optimal.

Melalui optimalisasi dan perluasan pemanfaatan B20, diperkirakan akan terdapat penghematan sekitar 2-2,3 miliar dolar hingga akhir 2018.

Mekanisme pencampuran B20 akan melibatkan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) yang menyediakan solar, dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) yang memasok FAME (fatty acid methyl esters) yang bersumber dari CPO (crude palm oil).

Dengan peluncuran perluasan mandatori B20 ke semua sektor, maka sejak 1 September 2018 tidak akan ada lagi produk B0 di pasaran dan keseluruhannya berganti dengan B20.
Bahan bakar B20 yang merupakan percampuran 80 persen solar minyak bumi dan 20 persen biodiesel yang berasal dari minyak sawit. (ANTARA/Calvin Basuki)


Apabila BU BBM tidak melakukan pencampuran dan BU BBN tidak dapat memberikan pasokan FAME ke BU BBM akan dikenakan denda Rp6 ribu per liter. Produk B0 nantinya hanya untuk Pertadex atau Diesel Premium.

Beberapa pengecualian dapat diberlakukan terutama terhadap pembangkit listrik yang menggunakan turbine aeroderivative, alat utama sistem senjata (alutsista), serta perusahaan tambang Freeport yang berlokasi di ketinggian.

Untuk pengecualian alat tempur TNI, saat ini masih menunggu hasil audit. Terhadap seluruh pengecualian tersebut digunakan B0 setara Pertadex.

"Sejak besok (Sabtu, 1/9) tidak ada lagi B0. Tidak boleh lagi ada loophole," kata Darmin.

Baca juga: Uji coba sukses, Kementerian ESDM rekomendasikan penggunaan B20 untuk kereta api
Baca juga: PTPN-Pertamina rencanakan bangun pabrik biodiesel

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018