• Beranda
  • Berita
  • Menteri Inggris kunjungi Iran sejak Trump mundur dari perjanjian nuklir

Menteri Inggris kunjungi Iran sejak Trump mundur dari perjanjian nuklir

31 Agustus 2018 23:56 WIB
Menteri Inggris kunjungi Iran sejak Trump mundur dari perjanjian nuklir
Perdana Menteri Inggris Theresa May (REUTERS/Mark Schiefelbein/Pool)
London (ANTARA News) - Menteri Muda Luar Negeri Alistair Burt akan tiba di Teheran pada Jumat untuk membahas masa depan perjanjian nuklir internasional yang ditandatangani Iran dan kekuatan-kekuatan dunia.

Kunjungan itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan seorang menteri Inggris ke Iran sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari perjanjian tahun 2015.

Burt melakukan lawatan ke Iran ketika Uni Eropa berusaha mempertahankan perjanjian itu tetap berlaku. "Sejauh Iran memenuhi komitmen-komitmennya berdasarkan perjanjian tersebut, kami tetap berkomitmen kepadanya karena kami yakin inilah cara terbaik untuk menjamin masa depan aman dan terjamin bagi kawasan," kata Burt dalam satu pernyataan menjelang kunjungannya.

Burt juga akan membahas nasib orang-orang berkewarganegaraan ganda yang ditahan di Iran.

Baca juga: Iran sepakat batasi aktivitas nuklirnya

Apa yang dilakukan Inggris berbeda dari kebijakan yang dibuat Prancis terhadap Iran. Prancis meminta diplomat dan pejabat kementerian luar negerinya menunda untuk waktu tidak terbatas semua perjalanan tak terlalu penting ke Iran, kata memo internal, yang dilihat Reuters, pada Selasa (28/8).

Pembatasan itu diberlakukan dengan mengutip persekongkolan pengeboman, yang digagalkan, dan pengerasan sikap Teheran kepada Prancis.

Pengerasan hubungan dengan Iran dapat berdampak luas bagi Iran. Prancis adalah salah satu kekuatan, yang berusaha menyelamatkan perjanjian nuklir pada 2015 antara Iran dan kekuatan dunia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari perjanjian itu pada Mei.

Ekonomi Iran terkena dampak setelah AS memberlakukan kembali sanksi, yang telah dicabut berdasarkan atas perjanjian itu. Negara Eropa, termasuk Prancis, berjanji berusaha memperlunak pukulan ekonomi, tetapi sejauh ini tidak dapat membujuk perusahaan-perusahaan mereka, yang mengikuti Washington, agar tetap berada di Iran.

Perusahaan minyak dan gas Total dan pembuat mobilnya PSA dan Renault telah memimpin eksodus perusahaan-perusahaan Eropa dari Iran. Mereka takut akan dampak dari sanksi-sanksi Washington yang juga berlaku bagi mereka.

Memo tersebut menyebut satu persekongkolan yang digagalkan untuk mengebom sebuah pawai yang diadakan kelompok oposisi Iran yang berada di pengasingan dekat Paris.

"Sikap penguasa Iran memperlihatkan pengerasan posisi mereka terhadap negeri kita, dan juga beberapa sekutu kita," kata Maurice Gourdault-Montagne, sekretaris jenderal kementerian itu, dalam nota tertanggal 20 Agustus.

"Karena risiko keamanan ... semua pejabat departemen, apakah dari pusat atau pos-pos (di luar negeri), diminta untuk menunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, kecuali untuk tugas mendesak, melakukan perjalanan di Iran," tambah Gourdault-Montagne.

Instruksi tersebut juga ditembuskan ke pejabat-pejabat di departemen-departemen pemerintah di luar kementerian luar negeri untuk diteruskan ke staf yang bermaksud pergi ke Iran, demikian bunyi sebuah memo terpisah yang diterima Reuters.

Kementerian Luar Negeri Prancis menolak berkomentar mengenai memo itu atau mengatakan apakah staf kedutaan telah diminta memulangkan keluarga mereka. Pejabat Iran di kedutaan di Paris tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Editor: Tia Mutiasari
 

Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2018