Jakarta (ANTARA News) - Keadaan ekonomi menjadi kekhawatiran utama konsumen Indonesia pada triwulan kedua 2018 berdasarkan Survei Keyakinan Konsumen Global yang dilakukan The Conference Board bekerjasama dengan lembaga riset Nielsen."Yang jadi perhatian masyarakat adalah kondisi ekonomi, terorisme, dan kondisi politik"
Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin di Jakarta, Rabu, menjelaskan persentase konsumen yang mengkhawatirkan keadaan ekonomi meningkat menjadi 32 persen dari 30 persen pada triwulan sebelumnya.
"Yang jadi perhatian masyarakat adalah kondisi ekonomi, terorisme, dan kondisi politik. Itu yang menguat pada triwulan kedua lalu," katanya.
Menurut Agus, masyarakat kian peduli pada keadaan ekonomi Indonesia.
"Bahkan saat ditanya apakah ada kemungkinan resesi, jawaban responden naik. Itu baru di kuartal kedua yang momentumnya dekat Lebaran. Apalagi di kuartal ketiga saat ini," katanya.
Agus menjelaskan, masalah terorisme juga menjadi kekhawatiran masyarakat pada triwulan kedua 2018. Dalam survei tersebut, kekhawatiran akan terorisme meningkat tajam dari 12 persen di triwulan pertama menjadi 31 persen pada triwulan kedua 2018.
"Pada saat teror itu, masyarakat tidak melihatnya sebagai tindakan intoleransi atau sentimen SARA," katanya.
Kekhawatiran terkait intoleransi pada awal tahun 2018 menguat, namun menurun pada triwulan kedua 2018.
Ada pun kekhawatiran akan stabilitas politik menduduki peringkat ketiga dengan tetap di angka 20 persen, sama seperti triwulan sebelumnya.
Konsumen Indonesia tercatat sebagai konsumen paling optimistis di dunia sepanjang triwulan kedua 2018 dengan angka 127 poin presentase dalam Indeks Keyakinan Konsumen (Consumer Confidence Index).
Baca juga: Riset ungkap konsumen Indonesia paling optimistis triwulan II-2018
Survei Keyakinan Konsumen Global yang dilakukan The Conference Board dengan Nielsen itu dilaksanakan pada 10-28 Mei 2018 dan mensurvei lebih dari 32 ribu konsumen daring di 64 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Utara.
Sampel adalah pengguna internet yang setuju untuk berpartisipasi dalam survei dan memiliki kuota berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk setiap negara.
Sampel probabilitas ukuran setara memiliki margin kesalahan plus minus 0,6 persen di tingkat global dan hanya berdasarkan perilaku responden dengan akses online.
The Conference Board menggunakan standar pelaporan minimum 60 persen penetrasi internet atau populasi online 10 juta untuk disertakan dalam survei.
Baca juga: Sandiaga ajak bantu pemerintah atasi pelemahan rupiah
Baca juga: Presiden Jokowi: Ekspor dan investasi kunci perkuat fundamental ekonomi
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018