Jakarta, (ANTARA News) -Tenaga Ahli Utama Bidang Kajian Pengolahan Isu Ekologi Sosial Budaya Strategis KSP Bimo Wijayanto mengatakan penurunan prevalensi perokok di bawah umur menjadi 5,4 persen pada 2019 kemungkinan tidak akan tercapai.Prevalensi perokok di bawah umur justru meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen pada 2015
"Prevalensi perokok di bawah umur justru meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen pada 2015," kata Bimo saat menjadi narasumber dalam diseminasi hasil penelitian yang diadakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia di Jakarta, Kamis.
Penurunan prevalensi perokok di bawah umur merupakan salah janji Presiden Joko Widodo dan sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Pengendalian tembakau merupakan salah satu perhatian Presiden Jokowi. Apalagi rokok menempati peringkat kedua konsumsi rumah tangga miskin. Rumah tangga miskin lebih memilih belanja rokok dari pada makanan bergizi.
"Hal ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang," katanya.
Karena itu, menyikapi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang diusulkan DPR, Presiden Jokowi secara tegas menolak.
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan diseminasi hasil penelitian berjudul "Mungkinkan Tembakau Domestik Menggantikan Tembakau Impor: Kondisi, Tantangan dan Kebijakan". Penelitian yang dilakukan di Lombok Timur, Malang, Lumajang dan Bojonegoro itu menemukan petani menyatakan kekhawatiran mereka terhadap tembakau impor. *
Baca juga: Emil Salim: generasi muda harus diselamatkan dari kecanduan
Baca juga: Komnas PT: Iklan rokok jangan dibuat menggiurkan
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018