Warga Tugu Selatan keluhkan air tanah asin

6 September 2018 23:50 WIB
Warga Tugu Selatan keluhkan air tanah asin
Banjir Muara Angke Pedagang merapihkan etalase di warungnya yang terendam banjir di Kawasan Muara Angke, Jakarta, Selasa (10/1/2017). Banjir yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan terakhir akibat rob yang diperparah dengan jebolnya tanggul penahan air telah merendam ratusan rumah, toko, dan tempat pengeringan ikan asin. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Warga Kelurahan Tugu Selatan Kecamatan Koja Jakarta Utara mengeluhkan air tanah di rumahnya yang semakin terasa asin.

Berdasarkan penelusuran Antara di Koja Jakarta Utara pada Kamis, sejumlah warga masih menggunakan air tanah yang asin untuk mandi dan aktifitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci.

Terlihat beberapa pompa air terlihat pada sejumlah titik sumur galian di sekitar lingkungan RT 02/07.

Kawasan tersebut merupakan salah satunya di Jakarta Utara yang terkena dampak intrusi air laut akibat eksploitasi air tanah. Cadangan air tanah yang semakin menipis membuat permukaan tanah semakin menurun dan air laut merembes, serta mengisi kekosongan air tanah tersebut.

Baca juga: Penggunaan Air Tanah Lebarkan Intrusi

Hal tersebut sudah dirasakan selama 10 tahun oleh salah satu warga bernama Nur yang mengaku menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-hari.

Namun, baru terasa tujuh tahun belakangan air yang digunakannya terasa panas dan lengket karena air tersebut sudah asin akibat intrusi air laut yang mengisi kehabisan air tanah.

"Airnya sudah tidak enak dipakai mandi. Lengket, kalau sudah berkeringat jadi gatal-gatal," ujar Nur yang sehari-harinya berdagang pakaian di sekitar rumahnya.

Akibatnya, Nur menggunakan air tersebut demi mengurangi pengeluaran membeli air bersih pikulan karena harga per bulannya semakin melonjak tinggi, sehingga sulit baginya beralih ke air bersih.

"Di sini belum kebagian air pipa. Tapi, kalau langganan air gerobak mahal, yang awalnya sekitar Rp200 ribu per bulan sekarang menjadi Rp300 ribu per bulan. Tidak sanggup!" keluhnya.

Nur dan keluarganya pun memanfaatkan pompa air untuk mendapatkan air tanah. Dia mengaku, dalam kurun waktu sepuluh tahun pompa air miliknya sudah berganti empat kali.



"Ya karena karatan kena air asin. Kalau sudah macet pompanya mesti ganti baru," ujarnya.

Tak hanya itu, Nur kerap mengganti peralatan masaknya yang selalu dicucinya dengan air tersebut, karena selalu berkarat. Bahkan, untuk mencuci baju putih tentu saja warnanya menjadi kekuningan.

Senada halnya yang diungkapkan Zainuddin, warga yang tinggal di sekitar Nur dengan kondisi masih membujang.

Dia mengaku harus menyetok air pikulan minimal dua galon per minggu yang digunakannya untuk bilasan terakhir saat mencuci. Terutama pada beberapa pakaian yang menggunakan resleting, tentu saja akan meninggalkan karat dan membuat resleting macet.

Pria yang bekerja sebagai tukang reparasi pendingin ruangan itu menjelaskan, air tanah asin yang digunakannya pun tidak enak untuk dipakai mandi sehingga menggunakan air bersih pikulan tersebut untuk membilas tubuhnya hingga bersih.

Baca juga: DKI Jakarta fokus tangani banjir akibat rob

"Pakainya juga harus irit. Yang biasanya mandi sehari dua kali jadi sehari sekali," ujarnya. Selain itu, air bersih digunakan khusus untuk mencuci muka dan sikat gigi.

Saat musim hujan tiba, tambahnya, air tanah dirumahnya tidak terasa begitu asin. Namun, air yang mengalir di rumahnya menjadi keruh karena bercampur dengan lumpur.

"Warnanya jadi keruh. Kena lumpur dan bau, jadi tidak bisa dipakai. Apalagi kalau banjir sudah sampai setinggi dada. Susah dapat air bersih," ungkapnya.

Baik Nur maupun Zainuddin, serta warga sekitarnya yang masih menggunakan air tanah asin masih mengharapkan agar pipa air bersih dapat tersambung ke rumah-rumah mereka.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2018