"Sekolah itu sudah berdiri lima tahun yang lalu, mungkin waktu sekolah itu dibangun belum ada, tapi seiring berjalannya waktu mungkin ruang tersebut difungsikan untuk sel tahanan," kata Komisioner KPAI Retno Listiyarti saat konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan sel tahanan itu kerap digunakan untuk menghukum peserta didik yang melakukan pelanggaran. Lama penahanannya tergantung tingkat kesalahan, ada yang sampai lebih dari satu hari dalam kasus tertentu.
Sekolah tersebut, menurut laporan yang diterima KPAI, lebih banyak dikendalikan oleh ED, anggota kepolisian sekaligus salah satu pemilik modal sekolah. Pemilik modal sekolah yang lain menjabat sebagai kepala sekolah.
ED sehari-hari membina kegiatan latihan fisik seperti baris berbaris. Kadang para siswa harus menginap di sekolah untuk kegiatan semacam itu.
Sekolah itu memiliki asrama untuk sebagian siswa, karena tidak semua orangtua siswa setuju dengan sistem asrama yang membawa konsekuensi pada biaya pendidikan.
Menurut informasi yang diterima KPAI, porsi kegiatan belajar mengajar di kelas di sekolah itu lebih pendek dibandingkan di sekolah lain karena sekolah fokus pada latihan semimiliter, yang antara lain mengajari siswa cara menembak menggunakan senapan angin. Di sekolah itu juga dipajang beberapa senjata.
Retno mengatakan sekolah tidak selayaknya menjalankan pendidikan semimiliter yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
"Ini adalah sekolah kejuruan, mestinya yang ditingkatkan adalah kejuruannya, bukan pendidikan fisik. Ini bukan lembaga kepolisian," kata Retno.
Menurut dia kesalahan tersebut terjadi karena oknum ED tidak dapat membedakan perannya sebagai polisi dan pembina sekolah.
KPAI juga telah mengirimkan surat ke kepolisian setempat supaya mereka mengusut pelanggaran di lingkungan sekolah menengah tersebut.
Baca juga: KPAI: anak yang ditahan di sel sekolah Batam alami trauma
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018