Ya, 90 tahun lalu, tepatnya pada 22 hingga 25 Desember 1928, di kota yang sama, berlangsung Kongres Perempuan Indonesia, untuk pertama kali.
Hasil Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda telah menginspirasi puluhan organisasi perempuan saat itu untuk bersama-sama berjuang menjemput kemerdekaan dari bangsa penjajah, Belanda.
Tema pokok kongres adalah menggalang persatuan dan kesatuan antara organisasi perempuan Indonesia yang pada waktu itu masih bergerak sendiri-sendiri.
Kongres ini berhasil membentuk badan federasi organisasi perempuan yang mandiri dengan nama "Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia".
Kongres yang saat itu dihadiri seribu perempuan kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan wanita Indonesia.
Singkat kata, tanpa Kongres Perempuan Indonesia yang meletakkan dasar-dasar kesadaran kolektif dan perjuangan bersama melawan penjajah serta meneguhkan komitmen sebagai kekuatan pilar bangsa, dipastkan tidak mungkin perempuan Indonesia bisa berdaya sebagaimana kemajuan yang telah mereka capai selama ini.
Dalam catatan Kowani (Kongres Wanita Indonesia), menyebutkan, keikutsertaan wanita di segala bidang dalam era pembangunan ini tidak terlepas dari peranan yang telah dilakukan oleh para perintis pergerakan perempuan sejak dahulu, kemudian diiringi dengan pertumbuhan organisasi-organisasi perempuan.
"Ini sejarah baru seribu organisasi perempuan Indonesia bisa berkumpul bersama di Yogyakarta lagi, mengingatkan kita pada kongres perempuan pertama," kata Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno saat menyampaikan sambutan pun menyatakan bangga ternyata ada seribu organisasi perempuan di Indonesia.
Dia menceritakan semula sangsi apakah benar ada seribu, ini seribu perempuan atau seribu organisasi perempuan.
"Ternyata saya dapat konfirmasi, ada seribu organisasi perempuan di Indonesia, saya bangga," katanya disambut tepuk tangan hadirin.
Pada acara itu, pihak Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberikan penghargaan kepada Kowani atas pertemuan itu yang dihadiri oleh organisasi perempuan terbanyak yang mencapai seribu organisasi perempuan.
Rini Soemarno juga mendapatkan penghargaan sebagai tokoh perempuan yang mampu menggerakkan perempuan sehingga menjadi kebanggaan Indonesia.
Nilai historis
Titik balik perempuan Indonesia di Yogyakarta ini tentu saja memiliki nilai historis yang tetap relevan dengan era kekinian.
Kongres perempuan pertama 90 tahun lalu diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera dan berlangsung di sebuah pendopo Dalem Jayadipuran, milik seorang bangsawan, Joyodipoero, kini Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.
Meskipun pertemuan perempuan dari dalam dan luar negeri ini berlangsung di Hotel Grand Inna Malioboro, namun suasana historis tidak ingin ditinggalkan, dengan tempat acara yang diberi nama Pendopo Balkondes (Balai Ekonomi Desa), meskipun dibangun dari tenda berukuran besar (tenda rounders).
Paling tidak bisa mendapatkan nuansa pendopo, sedangkan nama Balkondes dipakai merujuk pada program Kementerian BUMN melalui BUMN Hadir Untuk Negeri yang kini memiliki 20 Balkondes dan dikelola oleh 20 BUMN untuk memberdayakan ekonomi perempuan dan masyarakat pedesaan.
Hotel yang terletak di Malioboro itu pun tidak jauh dari titik nol kilometer yang menggambarkan bahwa perempuan kembali ke titik balik dalam perjuangan mereka bagi kemajuan bangsa.
Pada zaman dahulu, perjuangan perempuan untuk Indonesia Merdeka, kini untuk Indonesia Jaya dengan memprioritaskan berbagai program perbaikan dan peningkatan perempuan Indonesia secara keseluruhan.
Dalam bidang pendidikan, misalnya, perempuan Indonesia konsisten dalam program wajib belajar sembilan tahun, program pemberantasan buta aksara perempuan, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan sadar hidup sehat, pendidikan budi pekerti, serta pendidikan kebangsaan, dan jati diri bangsa.
Dalam sektor kesehatan perbaikan dala program Keluarga Berencana, pembinaan kesehatan mental, pelayanan kesehatan ibu dan anak, penurunan angka kematian ibu dan bayi, penanggulangan kurang gizi, penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dasar, pemberdayaan posyandu serta pencegahan dan pemberantasan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya serta penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA).
Supremasi Hukum dan Konstitusi berorientasi pada upaya penguatan penegakan hukum dan konstitusi diharapkan akan melahirkan ketertiban (order) atau tata kehidupan yang harmonis dan keadilan bagi masyarakat termasuk perlindungan anak, wanita dan tenaga kerja wanita.
Di bidang kesejahteraan rakyat, fokus pada peningkatan perekonomian rakyat dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional, pelayanan kesehatan dan perluasan lapangan kerja.
Untuk harkat dan martabat bangsa, ikut serta dalam mendukung adanya kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi dan porno aksi, pelecehan dan kekerasan, perdagangan orang dan tindak pidana lainnya, terutama bagi anak dan wanita dalam kaitannya dengan harkat dan martabat bangsa.
Dalam program perbaikan terkait lingkungan hidup, perlu sosialisasi pengendalian kerusakan lingkungan, pencegahan bencana lingkungan, sadar dampak perubahan iklim (global warming,), dan penanaman budaya tanam dan pelihara.
Terkait HAM, perempuan bersama Kowani juga mengupayakan pemenuhan, penegakan dan perlindungan HAM dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.
Dalam kesetaraan dan keadilan gender juga terus menerus diupayakan agar terwujud persamaan hak antara wanita dan pria dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam proses pengambilan keputusan.
Jadi Yogyakarta, tidak sekadar menjadi kota tempat titik balik perempuan Indonesia tetapi juga menjadi tekad dan semangat baru bagi perjuangan perempuan pada era milenium yang multikompleks ini.
Pikiran bisa saja kembali ke titik balik tetapi langkah harus terus maju. Jayalah perempuan Indonesia.
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2018