“Bahagia karena ini pertama kali saya adaptasi buku jadi karya film. Ini akan jadi film keempat saya,” kata Mouly saat jumpa pers di Jakarta, Kamis sore.
“Jalan Tak Ada Ujung” berlatar Jakarta setelah Indonesia merdeka, antara September 1946 hingga 1947. Isa, seorang guru, bergabung dengan kelompok pejuang gerilya setelah kemerdekaan.
Mouly mengaku ide memindahkan cerita dari buku ke film berawal dari kerinduannya akan buku, dari kecil Mouly suka membaca.
Cerita “Jalan Tak Ada Ujung” menjadi pilihannya karena dia merasa penting untuk mengangkat konflik Isa yang harus memilih pro Belanda atau kemerdekaan dalam buku tersebut.
“Menurut saya ini penting, relevan dengan apa yang dialami dunia,” kata Mouly.
Mouly juga menggemari gaya tutur Mochtar Lubis yang dia sebut sinematik sehingga dia tidak kesulitan membayangkan bagaimana cerita tersebut diterjemahkan ke dalam film.
“Baca bab pertama langsung jatuh cinta,” kata Mouly.
Mouly Surya selama 12 tahun berada di dunia film menghasilan tiga karya, “Fiksi” (2007), “Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta” (2013) dan terakhir “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” tahun lalu.
Mouly memperkirakan film ini baru selesai pada 2020 karena dia perlu waktu untuk mengembangkan cerita. Bagi Mouly, bangunan cerita dalam film sangat penting sehingga dia enggan menggarap film setelah memiliki draft awal cerita.
“Meski pun cerita di buku sudah jadi. Ini berbeda medium, apa yang di tulisan sangat berbeda (dengan di film) Latar belakang 1946 juga mungkin bisa dimengerti, jadi, kami butuh waktu,” kata Mouly dan tertawa kecil.
Tahun ini, rumah produksi Cinesurya akan menggarap naskah cerita dan baru memulai produksi film tahun depan.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018