"Kita bisa pelajari strategi operasi hingga teknis di lapangan yang diterapkan untuk penanganan terorisme dan pelakunya secara menyeluruh hingga penanganan kepada dampak psikologisnya bagi masyarakat," kata Kepala Badan Diklat Kementerian Pertahanan RI Mayjen TNI Ida Bagus Purwalaksana di Markas Brigade 103 Infanteri (Haribon) Angkatan Bersenjata Filipina di Marawi, Kamis.
Kelompok Abu Sayyaf yang berbasis di Pulau Mindanao bagian selatan, telah menculik ratusan orang Filipina dan orang asing sejak awal 1990-an, demi mendapatkan uang tebusan.
AS telah mencantumkan nama kelompok itu sebagai organisasi teroris.
Pengamat menyebutkan, Abu Sayyaf, Maute, dan kelompok garis keras lainnya mengklaim ingin membuat sebuah kekhalifahan Islam di selatan untuk ISIS.
"Ini tentu akan berdampak kepada Indonesia. Karena itu, kita perlu bekerja sama dan mempelajari bersama penanganannya," kata Ida Bagus
Sementara Menteri Pertahanan Malaysia Mohammad Bin Sabu mengatakan pemberantasan terorisme tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan militeristik.
Pendekatan militeristik hanya cocok memberantas para teroris, bukan terorisme. Pemberantasan terorisme membutuhkan penyadaran yang mampu menghapus ideologi keras ini.
"Semisal beberapa ajaran dalam agama yang disalahpahami. Dalam Islam ada ajaran jihad dan mati syahid, yang dianggap membenarkan aksi-aksi keras teroris. Pemahaman ini yang harus menjadi sasaran kita untuk diluruskan, dikalahkan. Ini penting," katanya.
Sementara Komando Militer Mindanao Wilayah Barat Letjen Arnel B Dela Vega mengatakan penanganan terorisme perlu dilakukan bersama-sama.
"Tidak mungkin terorisme hanya dihadapi oleh militer. Butuh kerja sama semua pihak," ujarnya.
Program latihan bersama antara Indonesia, Filipina dan Malaysia terus berjalan dan akan ditingkatkan dan diperluas cakupannya, katanya.
Baca juga: BNPT: Waspadai ancaman ISIS dari Marawi
Baca juga: Petempur asing ISIS, termasuk dari Indonesia, masuk Filipina
Pewarta: Rini Utami
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018