"Selama ini Papua selalu ditunjukkan sebagai negri penuh kekerasan. Sehingga orang di luar Papua memiliki stereotip bahwa orang Papua itu keras. Kami mencoba mengubah stigma itu dengan menampilkan sisi lain dari masyarkatnya," kata Koordinator Umum Papuan Voice Marcus Binur saat pemutaran film-film pendek "Papuan Voice" di Jakarta, Jumat.
Tak hanya itu, masyarakat Papua juga sering ditampilkan sebagai masyarakat yang bodoh, miskin dan tertinggal. Padahal menurut dia masyarakat Papua tidak seperti apa yang disangkakan orang selama ini.
Lewat film-film dokumenter yang digarap oleh anak-anak muda Papua, kelompok tersebut mengangkat cerita-cerita humanis dan suara tulus dari masyarakat Papua tentang apa yang terjadi di lingkungannya.
"Kami tidak ingin melawan secara radikal, kami ingin menunjukkan fakta yang terjadi di Papua sebenarnya, suara dari mama, kakak, bapak-bapak dan anak-anak, tentang hubungan masyarakat dengan alam, dan juga hubungan sosialnya Papua," kata dia.
Papuan Voice yang ada sekitar dua tahun lalu memang muncul karena selama ini narasi tentang Papua lebih banyak dalam bentuk tulisan yang biasanya dibuat oleh lembaga swadaya.
Biasanya menurut dia, apa yang dibuat oleh lembaga swadaya hanya untuk kalangan mereka saja, jarang ada dibuat untuk masyarakat luas. Oleh sebab itu Papuan Voice ingin memberikan pemahaman yang lebih nyata dan murni dengan menampilkan suara masyarakat Papua melalui film dokumenter.
Film-film tersebut dapat diakeses dalam laman resmi mereka di papuanvoices.net.
"Kami ingin menampilkan fakta-fakta sebenarnya dari sudut pandang masyarakat Papua tentang kasus sawit, tambang, perambahan hutan dan sebagainya dalam bentuk film dokumenter. Tak hanya itu kami juga ingin menampilkan sisi humanisnya dengan pesan inspiratif dari masyarakat Papua yang cinta akan alam dan budayanya mereka sendiri," kata dia.
Gerakan ini, kata Marcus, memang fokus untuk anak-anak muda, mereka merangkul anak-anak dari tingkat SMP dan juga anak-anak putus sekoal. Selama anak-anak tersebut menyukai film maka boleh bergabung ke Papuan Voices, nanti mereka akan dilatih untuk memproduksi film dokumenter.
"Kami berharap anak-anak ini memiliki pengetahuan untuk memproduksi film, sehingga saat dewasa mereka bisa mempunyai mata pencaharian dari kemampuan tersebut. Entah membuat video pernikahan atau lainnya," kata dia.
Untuk membuat film anak-anak tersebut tidak perlu menggunakan peralatan profesional, cukup bermodal kamera seluler. Ide cerita dari film yang diproduksi biasanya akan dirembukkan bersama.
Dia berharap dengan adanya gerakan ini, pada masa depan akan semakin banyak anak-anak muda yang mau membuat film tentang masyarakatnya sendiri sehingga semakin banyak perspektif yang ditampilkan kepada publik.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018