Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Peneliti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Mouhamad Bigwanto mengatakan penjual tradisional loyal membela industri rokok karena mendapatkan insentif yang banyak.Industri rokok memberikan insentif yang banyak tanpa target penjualan
"Industri rokok memberikan insentif yang banyak tanpa target penjualan," kata Bigwanto dalam salah satu sesi pada Konferensi Asia Pasifik untuk Tembakau dan Kesehatah ke-12 (APACT2th) di Nusa Dua, Bali, Sabtu.
Bigwanto mengatakan insentif yang banyak tanpa target penjualan itu memang dirancang untuk meningkatkan motivasi penjual.
Industri rokok menjalin kemitraan dengan penjual tradisional melalui berbagai program untuk mempromosikan produknya lewat pemasangan spanduk rokok di depan toko dan pengecatan bangunan toko dengan logo atau warna yang identik dengan merek rokok.
"Penjual diminta menandatangani kontrak kemitraan yang dibawa tenaga pemasaran industri rokok. Mereka tidak membaca kontrak yang mereka tanda tangani dan tidak mendapat salinannya," jelas Bigwanto.
Melalui kemitraan tersebut, industri rokok memberikan penghargaan tanpa penilaian yang jelas. Bahkan penjual yang menerima penghargaan pun tidak tahu apa ukuran penghargaan tersebut.
"Selain menerima penghargaan, mereka juga menerima insentif berupa barang seperti lemari es, televisi dan asuransi kesehatan," katanya.
Bigwanto menyampaikan hasil penelitian pada salah satu sesi dalam APACT12th. APACT pertama kali diadakan di Taipei, Taiwan pada 1989. Pertemuan terakhir diadakan di Beijing, China pada 2016.
APACT12th diselenggarakan di Nusa Dua, Bali dan diketuai Arifin Panigoro. Sebagai tuan rumah di Indonesia adalah Komite Nasional Pengendalian Tembakau bersama sejumlah organisasi pendukung pengendalian tembakau lainnya.
Baca juga: IAKMI: penjual tradisional dimanfaatkan untuk promosi rokok
Baca juga: Pemuda Asia Pasifik bertekad capai SDG'S
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018