Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap konferensi internasional tahunan mengenai studi Islam (Annual International Conference on Islamic Studies/AICIS) menghasilkan solusi masalah sosial dan keagamaan.Kita tidak boleh menjadi menara gading yang terlalu asyik masyuk dengan penelitian atau diskusi yang hanya bermanfaat buat pribadi atau kampus kita sendiri...
"Dalam konteks kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia khususnya, saya berharap bahwa diskusi para narasumber dan peserta selama tiga hari ke depan juga membincangkan sejauh mana kita bisa merespons serta memberikan solusi atas persoalan-persoalan sosial keagamaan yang belakangan mengganggu kerukunan umat beragama," katanya saat menyampaikan sambutan pada pembukaan AICIS ke-18 di Palu, Selasa.
Ia mengatakan kasus-kasus intoleransi, dugaan penodaan agama, fenomena "generasi medsos yang seakan enggan beragama", hingga kasus-kasus radikalisme dan terorisme membutuhkan respons yang didasari pertimbangan-pertimbangan empirik hasil riset.
"Kita tidak boleh menjadi menara gading yang terlalu asyik masyuk dengan penelitian atau diskusi yang hanya bermanfaat buat pribadi atau kampus kita sendiri saja, tanpa memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial, politik, keagamaan, dan kebangsaan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia secara keseluruhan," katanya.
Selain itu dia berharap hasil-hasil diskusi selama AICIS bermanfaat bagi penguatan program-program di lingkungan Kementerian Agama.
"Dalam konteks Kementerian Agama, seperti yang diketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir sejumlah perguruan tinggi keagamaan Islam mengalami penguatan-penguatan struktural yang cukup signifikan, STAIN menjadi IAIN, dan sejumlah IAIN bermetamorfosis menjadi UIN," katanya.
Ia menyatakan sudah sering mengingatkan pemimpin perguruan tinggi bahwa transformasi bukan hanya meliputi penambahan anggaran atau program studi, namun juga mencakup perubahan perguruan tinggi menuju institusi dengan tradisi riset yang baik, yang mampu mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan sains dan teknologi, serta menjadi rumah yang nyaman bagi dosen dan peneliti untuk menghasilkan temuan-temuan berkualitas.
Dalam AICIS, ia melanjutkan, civitas academica Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam bisa belajar dari para sarjana terkemuka dari berbagai negara mengenai tradisi riset yang baik.
Tantangan keterbukaan
Menteri Agama juga berbicara mengenai era keterbukaan global yang melahirkan tantangan-tantangan bagi masyarakat muslim, tak terkecuali di Indonesia dan Asia Tenggara.
Ia menyebut soal menguatnya politik identitas, menularnya gagasan populisme dari belahan bumi lain, bergesernya kecenderungan keagamaan menjadi lebih konservatif dan kepentingan-kepentingan politik yang menungganginya sebagai contoh-contoh dinamika masyarakat yang dalam level tertentu telah menyebabkan segregasi sosial.
"Dengan berbagai kearifan yang kita miliki, kita wajib merespons tantangan-tantangan semacam itu. Dunia kini semakin menyadari bahwa Muslim Nusantara memiliki kekhasan tersendiri dalam merespons konservatisme dan radikalisme berbasis keagamaan," katanya.
Ia menjelaskan perjalanan sejarah dan peradaban Islam di kawasan telah menunjukkan bahwa para ulama Nusantara sesungguhnya telah mewariskan nilai-nilai wasathiyah yang mengakar dalam berbagai tradisi, dan budaya.
Baca juga:
Kemenag: Indonesia kekuatan pusat studi Islam dunia
Indonesia-Malaysia kerja sama kembangkan pendidikan Islam
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018