"Kekuatan sosial di Jepang bersumber dari kuatnya hubungan antara masyarakat dan pemerintah daerah," ujar Dubes Ishii dalam Peresmian Pendirian Asosiasi Alumni JET (JETAA) Cabang Indonesia di kediamannya di Jakarta, Selasa (18/9) malam.
JET merupakan sebuah program pertukaran pemuda yang dilaksanakan oleh Council of Local Authorities for International Relations (CLAIR) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Jepang (MOFA), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang (MEXT), serta Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang (MIC).
Melalui program ini, organisasi pemerintah daerah Jepang menugaskan pemuda/pemudi dari berbagai negara termasuk Indonesia sebagai staf khusus pemerintah daerah setempat untuk mengajar bahasa asing, olah raga dan lain-lain di SD, SMP ataupun SMA yang ada di seluruh Jepang, serta memberikan kesempatan kerja bagi peserta program pertukaran dari berbagai negara di level pemerintah lokal Jepang.
Indonesia sebagai negara yang luas dengan keragaman budaya, dinilai dapat memanfaatkan para alumni program JET untuk berkontribusi membangun masyarakat dan potensi lokal daerah masing-masing, dengan menerapkan nilai-nilai positif budaya Jepang.
"Agar bisa tumbuh menjadi sebuah negara yang kuat Indonesia harus memiliki komunitas-komunitas sosial yang juga kuat," ujar Dubes Ishii.
Satrio, seorang alumni Program JET yang pada 2004-2007 mengajar bulutangkis di sebuah SMA di Kota Maesawa, mengaku belajar banyak dari pengalamannya bekerja di Jepang.
Lulusan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Jakarta itu membantu anak-anak didiknya mempelajari teknik dan permainan bulutangkis dengan waktu yang relatif singkat, bahkan mampu membawa mereka bertanding dalam turnamen nasional.
Salah satu anak yang pernah dilatih oleh Satrio, Ayaka Takahashi, bahkan berhasil merebut medali emas badminton nomor beregu putri dalam Asian Games 2018 di Jakarta.
"Selain etos kerja, konsentrasi, kedisiplinan, dan kejujuran yang sudah terlatih sejak kecil, saya rasa pemerintah Jepang berhasil mengembangkan para atletnya justru dari bangku sekolah," ujar Satrio.
Pria yang kini sehari-hari melatih di sebuah klub badminton di daerah Cilincing, Jakarta Utara, itu berharap Indonesia bisa belajar dari Jepang dalam peningkatan sarana dan prasarana olahraga untuk mendorong prestasi para atlet.
"Bibit-bibit olahragawan kita banyak tetapi sarana prasarana harus ditingkatkan, rekrutmen atlet juga harus benar-benar transparan," kata dia.
Baca juga: Asosiasi Alumni JET Cabang Indonesia didirikan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018