"PPATK mencatat ada 2.360 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) di wilayah Provinsi Aceh dan dari 34 provinsi di Indonesia, Aceh menempati posisi ke-15 transaksi keuangan yang mencurigakan," kata Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae.
Hal ini disampaikan Wakil Kepala PPATK tersebut ketika menggelar diskusi dengan awak media di Kantor Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Banda Aceh, Kamis.
Dia menjelaskan, nominal transaksi LTKM tertinggi di Provinsi Aceh menyentuh angka Rp40 miliar, dengan mayoritas terkait tindak pidana narkotika, penipuan dan korupsi.
"Mayoritas terlapor dalam LTKM tersebut dengan profil PNS, pengusaha, dan pegawai swasta. Mayoritas transaksi LTKM terjadi di Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Bireun," kata Dian Ediana.
Wakil Kepala PPATK menyampaikan, Provinsi Aceh masuk dalam kategori menengah pencucian uang dan hasil dari indeks persepsi publik Indonesia terhadap rezim.
Anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT) menunjukkan angka yang belum memuaskan, yaitu 5,21 di tahun 2016 dan 5,31 di tahun 2017.
"Angka ini menunjukkan Provinsi Aceh sebagai wilayah dengan tingkat risiko menengah terhadap terjadinya tindak pidana pencucian uang," paparnya.
Dian Ediana juga mengatakan, kehadiran PPATK di Provinsi Aceh sebagai bentuk apresiasi terhadap kerja nyata aparat penegak hukum di dalam mengungkap perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kami mengharapkan partisipasi aktif semua pihaknya, baik aparat penegak hukum, dan akademisi mengenai optimalisasi penegakan rezim anti pencucian uang khususnya di Provinsi Aceh," katanya.
Pewarta: Irman Yusuf
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018