Ahli dorong pola gizi seimbang cegah malnutrisi

24 September 2018 16:24 WIB
Ahli dorong pola gizi seimbang cegah malnutrisi
Pedagang menunjukkan produk susu kental manis kemasan yang dijual, di agen grosir miliknya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (9/7/2018). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan produk sari buah atau jus kemasan yang beredar di pasaran sama halnya dengan produk susu kental manis, kedua produk tersebut diduga lebih banyak mengandung gula dibanding dengan produk yang ditawarkan. (ANTARA /Yulius Satria Wijaya)
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah ahli gizi menyerukan masyarakat untuk menempuh pola gizi seimbang agar terhindar dari berbagai penyakit akibat malnutrisi serta bijak dalam menyikapi berbagai informasi yang beredar terkait kandungan produk makanan dan minuman.

Anggota Dewan Pengurus Pusat(DPP) Persatuan Ahli Gizi (Persagi), Marudut Sitompul dalam keterangan yang diterima, Senin, menyatakan semestinya informasi kandungan gizi sebuah produk disampaikan para ahli sehingga dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Salah satu contoh adalah polemik susu kental manis yang muncul akibat kesimpangsiuran informasi dari pihak yang kurang berkompeten tentang gizi.

Marudut menegaskan, susu kental manis merupakan produk susu yang memiliki kandungan gizi yang penting bagi tubuh seseorang.

"Produk seperti ini tidak hanya diakui di Indonesia, namun juga dunia," katanya.

Namun, dia juga tidak menyarankan bahwa produk ini sebagai satu-satunya sumber gizi bagi masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia, Ahmad Syafiq mengatakan susu kental manis aman dikonsumsi secara proporsional.

Dalam hal ini, susu kental manis bisa saling melengkapi dengan jenis makanan lain guna memenuhi kebutuhan gizi seseorang.

Menurut dia, siapa saja boleh mengonsumsi susu kental manis dalam jumlah tidak berlebihan.

Namun perlu diingat, susu kental manis tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan dan bukan untuk menggantikan Air Susu Ibu (ASI).

"Susu kental manis boleh disajikan sebagai minuman, tetapi tentu untuk balita harus disesuaikan penyajiannya dan bukan sebagai asupan tunggal," ujar Ahmad.

Hal ini penting karena data Kementerian Kesehatan pada 2015 dalam Survei Diet Total menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih kekurangan pasokan energi.

Fakta ini belum termasuk kekurangan asupan gizi lain, sehingga konsumsi gula secara wajar tidak menjadi persoalan karena unsur makanan tersebut adalah sumber energi. Kondisi tubuh yang kekurangan energi justru berbahaya bagi tumbuh kembang anak.

Ketua Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan) Prof Hardinsyah mengatakan masyarakat perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, tidak panik dan meningkatkan pengetahuan mengenai gizi seimbang serta kebutuhan dan kecukupan gizi.

"Informasi harus diperoleh dari ahli gizi yang kompeten," katanya.

Berbagai pihak yang berkepentingan juga harus menghentikan penyampaian informasi yang dapat membingungkan masyarakat.

Menurut dia keberadaan susu kental manis sampai saat ini masih menjadi pilihan keluarga bagi kebutuhan konsumsi susu di kalangan masyarakat.

Berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional pada 2016, 66,1 persen rumah tangga masyarakat kota maupun desa di Indonesia membeli susu jenis kental manis.

Artinya, susu kental manis merupakan jenis susu terbanyak dibeli masyarakat Indonesia salah satunya karena harga yang terjangkau.

Konsumsi susu di Indonesia sendiri masih rendah karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik, konsumsi susu masyarakat Indonesia pada 2017 hanya 16,5 liter per kapita per tahun.

Mengutip data USDA Foreign Agricultural Service 2016 (PDF), angka tersebut sangat kecil dibandingkan konsumsi susu di Malaysia (50,9 liter), Thailand (33,7 liter), dan Filipina (22,1 liter).

Selain gizi, para ahli juga menyarankan masyarakat untuk menyeimbangkan pola aktivitas.

Berbagai data menyebutkan masyarakat Indonesia merupakan salah satu yang paling sedikit aktivitas geraknya.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan menunjukkan lebih dari 24 persen penduduk Indonesia menjalani perilaku hidup sedentari selama lebih dari enam jam per hari.

Sedentari merupakan kebiasaan sehari-hari yang tidak banyak bergerak. Perilaku itu banyak menjadi penyebab munculnya penyakit-penyakit tidak menular.

Baca juga: BPOM pastikan susu kental manis aman dikonsumsi
 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018