Dalam laman MA menyebutkan permohonan uji materi kami terhadap Permenkumham Nomor 25 tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris dan Permenkumham Nomor 62 tahun 2016 tentang syarat pengangkatan yang melampirkan foto kopi tanda kelulusan ujian, dikabulkan, kata Inisiator Tim 11+1 Forum Komunikasi Calon Notaris Indonesia (FKCNI), Yandrik Ershad kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Tiga profesor yang mengajukan uji materi itu, antara lain, Prof Elita Rahmi Ketua Prodi Kenotariatan Unja, serta Prof Soekamto Satoto dan Prof BanderJohan Nasution, dosen Kenotariatan Unja.
Sedangkan ketujuh universitas itu adalah Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lambung Mangkurat dan Universitas Jenderal Sudirman.
Yandrik menyatakan dengan dikabulkannya hak uji materi itu, maka Permenkumham 25 tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris maupun turunannya batal demi hukum oleh sebab itu pengangkatan notaris kembali kepada Undang-Undang (UU) Jabatan Notaris.
Semua pihak terkait wajib menghormati putusan MA tersebut. Kenyataannya sampai dengan saat ini masih akan diselenggarakan ujian pengangkatan notaris tersebut oleh pihak Kemenkumham pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2018 mendatang, artinya menkumham apakah sudah menghormati hasil putusan dikabulkannya Hak Uji materiil permenkumham 25 tahun 2017, katanya.
Sementara itu, salah seorang pemohon uji materi, Prof Bahder Johan Nasution mengajak semuanya untuk menghormati putusan itu baik dari Kemenkumham, organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun para anggota luar biasa notaris.
Jangan ada komentar-komentar atau penafisiran-penafsiran sebelum adanya salinan putusan kita terima,” katanya.
Ia juga mengajak semua prodi kenotariatan untuk menindaklanjuti putusan itu serta kelanjutannya ke depannya. “Secara Yuridis, semua bentuk-bentuk ujian kenotariatan dan sederet syaratnya yang ada di Permenkumham sudah resmi batal sejak dikabulkannya permohonan judicial review oleh MA,” katanya.
Pendidikan program Notariat di seantero negeri ini diliputi keresahan oleh peraturan Menteri Hukum dan HAM yang memperpanjang jalur untuk menjadi notaris untuk diangkat menjadi Notaris.
"Keresahan itu disambut oleh Program Magister Kenotariatan Unja, disambut bagaimana keresahan itu hilang. Kita ini bukan saja yang memulai, tapi satu-satunya yang melakukan judicial review Permenkumham. Alhamdulillah selama 2 bulan uji materi itu dikabulkan,” katanya.
"Artinya kita telah menyelamatkan calon-calon notaris dari kerumitan dan jalan panjang,” tandasnya.
Yandrik menjelaskan Permenkumham itu dapat dikategorikan menggunakan asas retroaktif karena jelas tertuang dalam Pasal 25 Permenkumham itu menyebutkan bahwa peraturan menteri tersebut mulai berlaku setelah empat bulan sejak diundangkan.
"Dengan demikian Permenkumham ini baru berlaku pada tanggal 21 Maret 2018 tapi pada kenyataannya sejak Desember 2017 dan pada Januari 2018 Permohonan Pengangkatan Notaris telah ditutup pada website ahu.go.id dan telah digantikan dengan ujian pengangkatan notaris (UPN)," katanya.
Jika mengacu pada Pasal 2 ayat 2 huruf j Permenkumham Nomor 62 tahun 2016 disebutkan bahwa persyaratan pengangkatan calon notaris harus dilengkapi berkas pendukung dengan melampirkan fotokopi tanda kelulusan Ujian Pengangkatan Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang telah dilegalisasi. "Sedangkan pada pasal 2 ayat 1 tidak menyebutkan calon notaris diharuskan mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris," katanya.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) juga tidak menyebutkan adanya Ujian Pengangkatan Notaris, dimana persyaratan yang dinyatakan dalam landasan Permenkumham tersebut bertentangan dengan Pasal 3 UUJN dan UUJN-P, diketahui bahwa Ujian Pengangkatan Notaris tidak menjadi persyaratan dan tidak diatur dalam Pasal 3 UUJN dan UUJN-P tersebut yaitu syarat untuk menjadi notaris.
Ia menambahkan Pasal 10 ayat 1 huruf d Permenkumham Nomor 25 tahun 2017 menyebutkan dalam program magang di kantor notaris telah berpartisipasi dan dicantumkan namanya paling sedikit 20 akta. Hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 3 huruf f UUJN dan UUJN-P, katanya.
Dijelaskan, syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris tidak diatur mengenai partisipasi sebagai saksi dalam akta notaris dan bertentangan dengan pasal 40 ayat 2 huruf E UUJN dan UUJN-P yang menyatakan bila terdapat calon notaris magang adalah keluarga atau sanak famili dari notaris tempat magang kemudian dijadikan atau diharuskan sebagai saksi akta, adalah karyawan notaris itu sendiri jadi bukan calon notaris yang sedang magang. “Oleh karenanya apabila dipaksakan harus membuat keterangan telah berpartisipasi pada 20 akta di kantor notaris, maka melanggar kode etik," katanya.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018