Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan aturan mengenai transaksi Non-Deliverable Forward di pasar domestik (Domestik NDF/DNDF) yang diharapkan dapat memperdalam pasar valuta asing sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.Ini memenuhi kebutuhan para koporasi, perbankan untuk kebutuhan valas ke depannya sebulan tiga bulan tidak harus semua dipenuhi secara spot, bisa melalui 'forward' dengan 'DNDF
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, mengatakan DNDF juga akan menjadi alternatif instrumen lindung nilai (hedging) bagi pengusaha, korporasi dan perbankan. Peraturan soal DNDF direncanakan terbit awal Oktober 2018.
Dengan semakin banyaknya opsi lindung nilai, pengusaha dan korporasi diharapkan tidak melakukan spekulasi pemborongan valas dalam sekali waktu di pasar spot, untuk kebutuhan yang masih dalam jangka waktu ke depan.
"Ini memenuhi kebutuhan para koporasi, perbankan untuk kebutuhan valas ke depannya sebulan tiga bulan tidak harus semua dipenuhi secara spot, bisa melalui 'forward' dengan 'DNDF'," ujar Perry.
Pemborongan valas di pasar spot merupakan salah satu penyebab tertekannya nilai tukar rupiah selama ini.
Kontrak forward valas pada dasarnya adalah kewajiban untuk membeli atau menjual sejumlah mata uang pada suatu waktu tertentu di masa mendatang, dengan tingkat harga yang telah ditentukan dalam kontrak. Transaksi DNDF merupakan alternatif instrumen yang memungkinkan bank dengan nasabah atau pihak lain untuk melakukan transaksi lindung nilai atas risiko nilai tukar. Dalam DNDF, terdapat juga keuntungan atau kerugian berdasarkan selisih nilai tukar yang telah disetujui dengan nilai tukar yang mengacu pada JISDOR. Pun kerugian dan keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk rupiah.
Sasaran dari DNDF adalah eksportir, importir dan investor yang memiliki kewajiban atau eskposur tinggi terhadap valas.
Perry berharap transaksi DNDF akan mendukung upaya stabilitas nilai tukar rupiah karena pasar valas akan menjadi semakin dalam.
"Instrumen ini juga mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan, meningkatkan keyakinan bagi eksportir, importir, serta investor dalam melakukan kegiatan ekonomi dan investasi terhadap risiko nilai tukar rupiah," ujarnya.
Seperti diketahui, meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi global yang terjadi membuat arus modal keluar begitu deras dari negara-negara berkembang (emerging market) termasuk Indoensia. Alhasil nilai tukar rupiah berfluktuasi.
Pengusaha dan korporasi selama ini banyak yang memilih opsi untuk melakukan lindung nilai di pasar NDF di luar negeri. Hal itu menambah pengaruh negatif terhadap harga spot dolar AS dan rupiah di pasar domestik.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Yoga Affandi mengatakan untuk menggunakan instrumen hedging ini, BI mengatur beberapa ketentuan. Pertama, transaksi DNDF hanya dapat dilakukan jika memiliki dokumen bukti kebutuhan transaksi (underlying), seperti perdagangan barang dan jasa, investasi, pinjaman dalam bentuk valas, atau kredit modal kerja.
Kedua, nominal yang ditransaksikan tidak lebih besar dari jumlah underlying-nya. Ketiga, jangka waktu transaksi DND tidak lebih lama dari jangka waktu underlying.
"Artinya, tidak semua orang bisa memanfaatkan instrumen ini. Hanya mereka yang punya 'underlying', seperti eksportir, importir, dan investor," katanya.
Baca juga: BI tegaskan posisi kebijakan moneter masih "hawkish"
Baca juga: BI naikkan bunga acuan Jadi 5,75 persen
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018